Thursday, January 10, 2013

UUD atau Konstitusi Baru Mesir; Peristiwa dan Harapan




Ketika saya berada di Indonesia dan menyaksikan berita di Televisi dan media lainnya (antara November dan Desember 2012) tentang pergolakan baru yang terjadi di Mesir, saya merasa tidak nyaman atau istilahnya saya merasa kadang beritanya kurang sempurna dari aslinya atau bahkan memutar-balikkan fakta yang ada, contohnya kalau tidak salah diberitakan waktu itu bahwa Presiden Mursi mengeluarkan dekrit presiden tentang presiden seumur hidup, sehingga membuat sebagian rakyat tidak setuju dan turun ke jalan melakukan unjuk rasa yang berpusat di Tahrir Square, Cairo
dan juga di berbagai daerah besar lainnya seperti Alexandria, Daqahlia. Dalam hal ini saya masih tanda tanya apakah benar adanya atau mungkin saya mengendus bau yang tak sedap dari lawan politik Mursi tentang berita yang tersebar, masalahnya pergolakan ini terjadi pas setelah Presiden Mursi menjadi penengah konflik antara Palestina-Israel.

Tepat sekali, baru beberapa minggu saya kembali ke Cairo, saya mencoba ingin menguak apa yang sebenarnya terjadi langsung dari sumbernya, saya mencoba untuk mewawancarai atau sekedar bertanya kepada kawan-kawan kuliah yang pro dan kontra dengan pemerintah, juga mendatangi pusat demonstrasi di Tahrir Square dengan modal nekat. 

Awal mulanya masalah ini muncul karena kroni-kroni orde lama Mubarak merasa revolusi ini tidak menguntungkan bagi mereka, akhirnya mereka tetap berusaha untuk kembali lagi, meskipun bukan dalam bentuk Mubarak, tapi dalam bentuk antek-antek yang ada di bawah kendalinya dulu, misalnya dari awal ketika pemilihan presiden, lawan terkuat Mursi adalah Muhammad Syafiq, yang notabene masih anak buahnya Mubarak. Meski akhirnya pemilihan presiden pertama pasca revolusi dimenangkan oleh Muhammad Mursi, akan tetapi mereka belum juga mengalah tetap mau berjuang selama masih ada kesempatan, kesempatannya adalah melalui masyru’ dustur  (rancangan undang-undang dasar atau konstitusi), mereka memperkirakan bahwa Mesir ini bakalan istiqrar (stabil), dalam segi politik- ekonominya kalau sudah ada dustur, mereka berusaha untuk selalu menunda-nunda biar akhirnya terjadi istifta –referendum-.

Perlawanan ini juga muncul dari calon-calon presiden yang lalu seperti Al Barada’i (yang katanya kaki tangannya Amerika), Hamdi Shabahi, Amru Musa, mereka masih dendam atas kekalahannya, mereka berusaha ke depan masih bisa menang, mereka juga banyak sekali memutar-balikkan fakta, di antaranya melalui media, karena rata-rata media di Mesir dipegang oleh fulul (sisa peninggalan) Mubarak, di setiap ada diskusi-diskusi mereka terkadang menyebarkan hal yang tidak sportif, black campaign, seperti masyru’ dustur dibuat naskah pembohongan, tazwir –pemalsuan-, jadi hal-hal yang berbau sensitif terdapat di sana, di antaranya bahwa kewenangan presiden itu sama dengan kewenangan dustur yang lama, berarti sama diktatornya, padahal tidak, karena sudah berkurang enam puluh persen, jadi dibanding dengan dustur yang lalu wewenang presiden itu cuma empat puluh sedangkan enam puluhnya sudah dihapus, nantinya presiden hanya mengurus hal-hal yang berhubungan dengan urusan luar negeri, sementara yang berkaitan dengan urusan dalam negeri dipegang oleh rois al wizara –perdana menteri-nya, sehingga sudah dibagi masing-masing porsi kerjaannya, hal ini juga menangkis bahwa presiden itu tidak seperti kemarin, diktator dan firaun, mengatur semua yang lain hanya orang suruhannya saja.

Mesir harus keluar dari krisis politik, seratus orang yang tergabung dalam jam’iyyah ta’sisiyyah (tim perumus) merumuskan UUD, diharuskan rampung semua sebelum tanggal dua Desember. Mahkamah Konstitusi di sini bermasalah, karena mahkamah dusturiyah ini masih orang Mubarak, selama ini MK sering mematahkan, seperti membubarkan Majlis as Sya’b (DPR dan DPRD). Memang undang-undang pemilunya ada aib, tapi hal yang tidak wajar jika MK itu langsung membubarkannya bahkan dari segi waktunya juga tanda tanya, istilahnya parlemen yang dibubarkan merupakan parlemen pertama pasca-revolusi, hal yang jarang atau mungkin tidak pernah terjadi di dunia manapun, bahkan yang terdekat Jerman, Bundestag nama parlemennya, terjadi kasus yang sama, undang-undang parlemennya itu ada cacat hukum, tapi mereka bersikap bijaksana.

Bedanya Mahkamah Konstitusi di Jerman memiliki penglihatan yang lebih tajam dan jernih demi kepentingan rakyat karena parlemen ini dipilih oleh rakyat, meski undang-undang tersebut inkonstitusional tidak sesuai dengan undang-undang dasar, tetapi dalam satu waktu, mereka tetap tidak membubarkan parlemen, karena negara butuh parlemen, karena kekuasaan itu ada tiga, eksekutif, legislatif, dan yudikatif, bagaimana mungkin menghapuskannya sementara ini suara rakyat, maka dengan alasan itulah mereka tidak membubarkannya, tapi kenapa MK di Mesir tidak melakukan hal yang sama.

Sebagai pengetahuan, kronologi dibubarkannya parlemen Mesir oleh MK dikarenakan seharusnya setiap partai memiliki calon-calon legislatif hanya satu paket (tujuh orang), ada juga calon legislatif dari jalur independen, yang dari partai tidak boleh masuk ke independen, partai itu cuma ada di paket, tapi yang di UU kemarin yang partai boleh masuk kedua-duanya, berarti ini menjadikan daya persaingan tidak seimbang, caleg dari jalur independen kalau ketemu partai pasti kalah karena biasanya lebih kuat dari yang punya partai, masih ada dukungan dari partai, sementara yang independen dukungannya terbatas, itulah cacatnya, adanya ketidak-seimbangan, sehingga yang mengajukan gugatan itu adalah calon independen-independen yang kalah, karena merasa tidak ada kesamaan. Akhirnya MK mengeluarkan keputusan membubarkan parlemen dengan alasan beberapa pasal dalam undang-undang pemilihan parlemen dengan sistem pemilihan langsung inkonstitusional.

Kembali ke masalah konstitusi, Mahkamah Konstitusi waktu itu menunggu tanggal dua Desember untuk mengeluarkan keputusan tentang jam’iyyah ta’sisiyyah bahwasanya pemilihan tim perumus yang berjumlah seratus orang ini batal, tidak sesuai dengan hukum. Maka dari itu Duktur Mursi melihat gejolak sudah tidak sehat dan sudah tidak aman, dikarenakan MK akan mengeluarkan keputusan tentang pembatalan tim perumus konstitusi pada tanggal dua tersebut, sementara Duktur Mursi mengkhawatirkan tim perumus belum selesai merampungkan rancangan UUD sebelum tanggal dua, akan tetapi jika tim perumus selesai sebelum tanggal dua maka MK tidak bisa lagi berkutik, karena naskahnya sudah selesai dan sudah diserahkan kepada presiden, masalahnya adalah apakah mereka bisa menyelesaikan sebelum tanggal dua Desember, alasan inilah yang menyebabkan Duktur Mursi mengeluarkan dekrit presiden, hal inilah yang membuat gejolak kemarin. Di sisi lain ada keseimbangan, dalam keadaan seperti ini presiden tidak berani macam-macam, istilahnya jika dia berani mengajak perang ternyata rakyat bilang tidak maka dia yang harus siap mundur, di mana letak kediktatoran Mursi, beda sama yang dulu bahwa kedudukan presiden lebih kuat dari segalanya.

Dustur atau draf UUD ini bakalan diperangi dalam tiga arah, pertama dari kelompok sekuler, liberal dan komunis. Mereka menolak pasal 2 dan pasal 219 (dari pasal yang berjumlah  390), karena inti dari pasal ini menjelaskan tentang bahwasanya syariat Islam itu mashdar sumber utama (source of legislation) segala undang-undang dalam negara.

Kedua, dari antek-antek yang lama, bahwa ada pasal yang melarang para pembesar maupun para elite politik Mubarak untuk dipilih dalam jabatan-jabatan penting di kenegaraan selama sepuluh tahun, karena saking bahayanya mereka. Inilah yang membuat mereka keluar semua ingin mati-matian, kalau di Indonesia bisa disejajarkan dengan posisi partai komunis Indonesia, karena yang berhubungan dengan komunis, di Indonesia lebih parah lagi bahkan dimasukkan di dalam penjara atau diungsikan ke suatu tempat tanpa pandang bulu, kalau di Mesir sesuai dengan hukum, kalau memang mereka terbukti ada kejahatan, langsung dipenjara, sementara yang tidak terbukti tidak dimasukkan ke dalam hotel prodeo, tapi tetap saja selama sepuluh tahun tidak boleh menjabat dalam posisi-posisi strategis, juga tidak ada hak dan kewajiban dipilih dan memilih dalam pemilihan presiden yang akan datang dan pemilihan legislatif yang dua bulan lagi akan dimulai semenjak konstitusi baru diresmikan, karena yang kemarin sudah dibubarkan. Waktu sepuluh tahun sebenarnya adalah hal yang wajar dan wasath, tidak selamanya, artinya selama sepuluh tahun jika mereka taubat maka dipersilahkan ikut pemilihan apa saja yang ada di Mesir, beda dengan posisi komunis di Indonesia. 

Ketiga, lawan-lawan politik alias partai oposisi, gara-gara pasal peralihan pemilihan presiden tetap sampai empat tahun kemudian atau menunggu satu periode selesai, padahal mereka menginginkan pasal-pasal ini tidak ada agar Mesir mengadakan pemilihan ulang presiden baru setelah pemilihan legislatif. Ketika ceramah, mengadakan debat dan diskusi di khalayak umum, rakyat dibohongi oleh mereka, contohnya mereka menyebarkan bahwa dustur ini membentuk diktator baru, padahal tidak ada satu pasalpun yang mengarah ke sana atau mereka bilang ke masyarakat bahwa pasal ini milik Hizbul Hurriyyah wal ‘Adalah (partai keadilan dan kebebasan) yang menginduk ke Ikhwanul Muslimun saja, padahal kenyataannya dalam tim perumus yang berjumlah seratus orang itu bukan hanya dari kalangan partai pemenang pertama dalam pemilihan umum kemarin itu saja, tapi ada semua perwakilan dari para elite politik yang ada di parlemen, para pakar hukum, para ulama terkenal Mesir seperti Syekh Muhammad Hassan, Syeikh Al Al Azhar Syekh Ahmad Thayyib dan banyak lagi dari kalangan yang lainnya.

Ada nuskhah atau selebaran-selabaran yang sengaja mereka buat untuk memutar-balikkan fakta yang ada, seperti masa jabatan presiden seumur hidup, artinya boleh mengikuti pemilihan lagi selama dia masih sanggup dan dipercayakan kembali oleh rakyat, padahal yang sebenarnya adalah masa jabatan presiden adalah empat tahun, boleh dipilih kembali pada periode selanjutnya, batasannya hanya dua periode saja. Mereka menyebarkan berita bohong itu ke pelosok-pelosok daerah, metro anfak (kereta bawah tanah), dan kendaraan umum lainnya,  ketika masyarakat menanyakan tanda bukti, mereka langsung mengeluarkan selebaran bohong tadi, intinya mereka memprovokasi masyarakat bahwa tidak ada sama sekali ihtimam (perhatian) negara untuk mereka, padahal ini muzayyaf naskah palsu, sengaja memang diedarkan.

Setelah itu baru ada pembenaran-pembenaran dari berita pembohongan tadi dalam bentuk nuskhah juga, sekitar ada empat puluh empat syubhat yang disebarkan ke setiap pelosok penjuru Mesir, dua di antaranya adalah bahwa UUD membolehkan presiden untuk tanazul (melepas) terhadap daerah-daerah yang berpotensi meraup keuntungan negara agar bisa menstabilkan perekonomian kembali, misalnya posisi Sinai yang dekat dengan Israel, maka boleh dijual ke Israel, atau misalkan qanat (terusan) Suez boleh dijual ke Qatar, isu-isu inilah yang sengaja untuk menakuti-nakuti orang padahal tidak ada dalam draf atau rancangan UUD, la tujad mitslu hadzal madah fi dustur, tapi kalau orang-orang awam yang membacanya langsung percaya. Ada juga  pembenaran tentang pasal ad duktur yamna’ intikhab syaikhul azhar, Presiden Mursi melarang pemilihan Syekh Al Azhar, pada pasal palsu tersebut tertulis presiden yang menunjuk langsung padahal kenyataannya tidak, tapi sebaliknya karena merujuk pada tahun 1960-an ketika Syekh Al Azhar dipilih oleh hai’ah kibar ulama, kumpulan para pembesar ulama, mereka yang memilih bukan pemerintah, karena kalau pemerintah yang menunjuk langsung maka otomatis harus ikut apa kata pemerintah khususnya presiden.

Ada juga perubahan undang-undang yang berkaitan dengan Mahkamah Konstitusi tentang jumlah mereka, kalau yang lama sekitar tujuh belas orang, tapi di undang-undang yang baru membolehkan hanya sebelas orang saja, berarti selebihnya kembali ke asalnya, yang tereliminasi adalah orang yang terbaru ketika pengangkatan, jadi yang paling lama masih aman, misalnya ada yang baru masuk sekitar tahun dua ribuan terus ada yang masuk sekitar tahun sembilan puluhan maka yang terdegradasi adalah yang masuk tahun dua ribuan.

MK sebelumnya dipilih oleh Mubarak, tapi yang baru dipilih oleh majlisul a’la lil qudha, perkumpulan para hakim-hakim atau semacam asosiasinya, para pembesarnya kumpul seperti hai’ah kibar ulama, mereka sepakat siapa yang lebih berhak dipilih, di sini supaya apa independensi kehakiman, jadi yang kerja di eksekutif pemerintah tidak bisa ikut campur, dipersilahkan untuk memilih yang lebih patut dan layak menurut mereka, kalau dipilih langsung presiden setidaknya banyak kepentingan-kepentingan presiden yang harus dilaksanakan, istilahnya banyak kesepakatan-kesepakatan,  deal or no deal, misalkan saya bakal mengangkat kamu tapi .. ada tapinya, itulah yang terjadi selama ini. Hal ini juga yang membuat MK tidak setuju, karena kemashlahatan pribadi, karena yang akan keluar bakal berkoar-koar membatalkan UUD ini. Tim perumus memberikan alasan pemangkasan jumlah karena di dunia paling banyak jumlah anggota MK itu sebelas, dari jumlah yang biasanya tujuh, sembilan atau sebelas. Paling banyak sebelas di Amerika, jadi tim perumus mengambil jumlah terbanyak dari jumlah yang idealnya, bukan karena dendam sama MK, lagipula pemborosan uang negara saja jika anggotanya terlalu banyak, itulah alasan mereka tidak setuju. 

Mesir itu tidak akan bangkit, meskipun presiden dan pemerintahannya sudah ada, tidak bakalan sempurna kalau kondisinya seperti ini, oleh karena itu hal yang wajib atau yang paling mendasar adalah dustur atau konstitusi, sementara kroni-kroni atau para musuh yang jahat itu sengaja tidak mau dustur ini muncul, sementara pemilihan ini semua tidak bisa dilangsungkan kalau UUD ini belum ada.

Langkah-langkahnya seperti ini, pertama pembentukan dustur, alhamdulillah majlis syura (senat atau MPR, belum sempat dibubarkan MK, karena waktu pemilihannya majlis sya’b (DPR) terlebih dahulu baru kemudian majlis syura) sudah jalan sekarang, berarti beban Presiden Mursi sudah berkurang, waktu itu beliau memegang dua kekuasaan legislatif dan eksekutif. Kedua pemilihan majlis nuwab (istilah majlis sya’b diganti dengan istilah baru tersebut), ketiga pemerintahan politik perdana menteri, presiden yang memilih perdana menteri atas persetujuan majlis nuwab, setelah itu baru ada pemilihan DPRD, jadi proses dan langkahnya bertahap. 

Dibilang pemborosan atau merugikan banyak uang negara itu pasti karena berdasarkan keterangan dari ketua KPU Mesir, Farouk Sultan jumlah biaya keseluruhan habis sekitar satu milyar enam ratus juta pound atau sekitar dua trilyun tiga ratus tujuh puluh miliar delapan ratus empat puluh empat juta lima ratus sepuluh ribu rupiah, sungguh angka yang sangat fantastis, itu semuanya dari negara dan individu-individu ketika kampanye dan lain-lain, semuanya terdata.

Alhamdulillah Mesir telah memiliki UUD atau konstitusi baru, yang diumumkan secara resmi pada tanggal dua puluh lima Desember lalu, dinyatakan bahwa hampir enam puluh tiga persen suara menyetujui rancangan UUD tersebut, setelah diadakan referendum dalam dua tahapan, yaitu tahap pertama di sepuluh provinsi termasuk Cairo pada tanggal lima belas Desember, kemudian tahap kedua sisanya yaitu tujuh belas provinsi pada tanggal dua puluh dua Desember. 

Harapan ke depan semoga Mesir segera membaik, diberikan kemudahan dalam memperbaiki keutuhan negaranya, karena pasti banyak hikmah dari semua kejadian yang telah terjadi. Bagi saya Mesir tetap negara kedua setelah Indonesia, karena di dalamnya terdapat Nil, salah satu dari sungai surga yang telah menjadi saksi bisu kisah nabi Musa AS. Tentunya keberadaan Al Azhar yang telah membentuk alumninya sebagai seorang yang moderat dalam bersikap dan bersopan santun.  Tahya Masr, Tahyal Azhar, Masr fauqal jami’.

*Mohon dikoreksi bila ada kesalahan dan kekhilafan. Wallahu a’lam. 

No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah membaca postingan ini ... Silahkan tinggalkan pesan Anda.