Mufti Baru Mesir: Dr. Syauqi Ibrahim Abdul Karim

Senin (11/02), Dewan Petinggi Ulama Al-Azhar, yang diketuai oleh Syekh Ahmad Thayyib (Grand Syekh Al-Azhar), melakukan pertemuan tertutup guna membahas siapa pengganti Syekh Ali Jum’ah sebagai Grand Mufti Mesir, yang masa jabatannya akan selesai pada akhir Februari nanti ..

Ada Cinta di MTQ ..*

Unik, panggilan yang tak terduga ketika aku harus menghentikan sejenak pengembaraan mengais ilmu di Negeri Idaman sebagian para Cendikiawan, berat, meski akhirnya sampai juga di Negeri Suara Emas ..

Biografi Singkat Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi: Pemimpin Para Da'i

Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’râwi (16 April 1911 M. – 17 Juni 1998 M.) merupakan salah satu ahli tafsir Alquran yang terkenal pada masa modern dan merupakan Imam pada masa kini ..

KH. A. Tajuddin Marzuki Tokoh Ulama Oejoeng Malang sekaligus Representatif Generasi Kedua Attaqwa

Tanda-tanda dicabutnya ilmu oleh Allah SWT adalah perginya para ulama. Sudah banyak ulama yang telah pergi meninggalkan kita untuk selama-lamanya ..

IELTS Class; Antara Jenuh dan Semangat

Pada Ahad beberapa minggu yang lalu, aku tiba di Pare, sebuah desa yang sudah terkenal dengan sebutan Kampung Inggris ..

Friday, February 26, 2010

Benarkah Shalahuddin Al-Ayyubi Pencetus Perayaan Maulid Nabi shalallahu’alaihi wa sallam?


Alkisah

Ada sebuah kisah yang cukup masyhur tentang peristiwa pada saat menjelang Perang Salib. Ketika itu kekuatan kafir menyerang negeri Muslimin dengan segala kekuatan dan peralatan perangnya. Demi melihat kekuatan musuh tersebut, sang raja muslim waktu itu, Shalahuddin al-Ayyubi, ingin mengobarkan semangat jihad kaum muslimin. Maka beliau membuat peringatan Maulid Nabi. Dan itu adalah peringatan Maulid Nabi yang pertama kali di muka bumi.

Begitulah cerita yang berkembang sehingga yang dikenal oleh kaum Muslimin bangsa ini, penggagas perayaan untuk memperingati kelahiran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ini adalah Imam Shalahuddin al-Ayyubi. Akan tetapi benarkah cerita ini? Kalau tidak, lalu siapa sebenarnya pencetus peringatan Malam Maulid Nabi? Dan bagaimana alur cerita sebenarnya?

Kedustaan Kisah Ini

Anggapan bahwa Imam Shalahuddin al-Ayyubi adalah pencetus peringatan Malam Maulid Nabi adalah sebuah kedustaan yang sangat nyata. Tidak ada satu pun kitab sejarah terpercaya –yang secara gamblang dan rinci menceritakan kehidupan Imam Shalahuddin al-Ayyubi- menyebutkan bahwa beliaulah yang pertama kali memperingati Malam Maulid Nabi.

Akan tetapi, para ulama ahli sejarah justru menyebutkan kebalikannya, bahwa yang pertama kali memperingati Malam Maulid Nabi adalah para raja dari Daulah Ubaidiyyah, sebuah Negara (yang menganut keyakinan) Bathiniyyah Qoromithoh meskipun mereka menamakan dirinya sebagai Daulah Fathimiyyah.

Merekalah yang dikatakan oleh Imam al-Ghazali: “Mereka adalah sebuah kaum yang tampaknya sebagai orang Syiah Rafidhah padahal sebenarnya mereka adalah orang-orang kafir murni.” Hal ini dikatakan oleh al-Miqrizi dalam al-Khuthath: 1/280, al-Qalqasyandi dalam Shubhul A’sya: 3/398, as-Sandubi dalam Tarikh Ihtifal Bil Maulid hal.69, Muhammad Bukhait al-Muthi’I dalam Ahsanul Kalam hal.44, Ali Fikri dalam Muhadharat beliau hal.84, Ali Mahfizh dalam al ‘Ibda’ hal.126.

Imam Ahmad bin Ali al-Miqrizi berkata: “Para Khalifah Fathimiyyah mempunyai banyak perayaan setiap tahunnya. Yaitu perayaan tahun baru, perayaan hari Asyura, perayaan Maulid Nabi, Maulid Ali bin Abi Tholib, Maulid Hasan, Maulid Husein, maupun Maulid Fathimah az-Zahra, dan Maulid khalifah. (Juga ada) perayaan awal Rajab, awal Sya’ban, nisfhu Sya’ban, awal Ramadhan, pertengahan Ramadhan, dan penutup Ramadhan…” [al Mawa’izh:1/490]

Kalau ada yang masih mempertanyakan: Bukankah tidak hanya ulama yang menyebutkan bahwa yang pertama kali membuat acara peringatan Maulid Nabi ini adalah raja yang adil dan berilmu yaitu Raja Mudhaffar penguasa daerah Irbil?

Kami jawab: Ini adalah sebuah pendapat yang salah berdasarkan yang dinukil oleh para ulama tadi. Sisi kesalahan lainnya adalah bahwa Imam Abu Syamah dalam al-Ba’its ‘Ala Inkaril Bida’ wal Hawadits hal.130 menyebutkan bahwa Raja Mudhaffar melakukan itu karena mengikuti Umar bin Muhammad al-Mula, orang yang pertama kali melakukannya. Hal ini juga disebutkan oleh Sibt Ibnu Jauzi dalam Mir’atuz Zaman: 8/310. Umar al-Mula ini adalah salah seorang pembesar sufi, maka tidaklah mustahil kalau Syaikh Umar al-Mula ini mengambilnya dari orang-orang Ubaidiyyah.

Adapun klaim bahwa Raja Mudhaffar sebagai raja yang adil, maka urusan ini kita serahkan kepada Allah akan kebenarannya. Namun, sebagian ahli sejarah yang se-zaman dengannya menyebutkan hal yang berbeda.

Yaqut al Hamawi dalam Mu’jamul Buldan 1/138 berkata: “Sifat Raja ini banyak kontradiktif, dia sering berbuat zalim, tidak memperhatikan rakyatnya, dan senang mengambil harta mereka dengan cara yang tidak benar.” [lihat al-Maurid Fi ‘Amanil Maulid kar. Al-Fakihani – tahqiq Syekh Ali- yang tercetak dalam Rasa’il Fi Hukmil Ihtifal Bi Maulid an Nabawi: 1/8].

Alhasil, pengingatan Maulid Nabi pertama kali dirayakan oleh para Raja Ubaidiyyah di Mesir. Dan mereka mulai menguasai Mesir pada tahun 362 H. Lalu yang pertama kali merayakannya di Irak adalah Umar Muhammad al-Mula oleh Raja Mudhaffar pada abad ketujuh dengan penuh kemewahan.

Para sejarawan banyak menceritakan kejadian itu, diantaranya al-Hafizh Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah: 13/137 saat menyebutkan biografi Raja Mudhaffar berkata: “Dia merayakan Maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awal dengan amat mewah. As-Sibt berkata: “Sebagian orang yang hadir di sana menceritakan bahwa dalam hidangan Raja Mudhaffar disiapkan lima ribu daging panggang, sepuluh ribu daging ayam, seratus ribu gelas susu, dan tiga puluh ribu piring makanan ringan …”

Imam Ibnu Katsir juga berkata: “Perayaan tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh agama dan para tokoh sufi. Sang Raja pun menjamu mereka, bahkan bagi orang sufi ada acara khusus, yaitu bernyanyi dimulai waktu dzuhur hingga fajar, dan raja pun ikut berjoget bersama mereka.”

Ibnu Khalikan dalam Wafayat A’yan 4/117-118 menceritakan: “Bila tiba awal bulan Shafar, mereka menghiasi kubah-kubah dengan aneka hiasan yang indah dan mewah. Pada setiap kubah ada sekumpulan penyanyi, ahli menunggang kuda, dan pelawak. Pada hari-hari itu manusia libur kerja karena ingin bersenang-senang di tempat tersebut bersama para penyanyi. Dan bila Maulid kurang dua hari, raja mengeluarkan unta, sapi, dan kambing yang tak terhitung jumlahnya, dengan diiringi suara terompet dan nyanyian sampai tiba di lapangan.” Dan pada malam Maulid, raja mengadakan nyanyian setelah shalat maghrib di benteng.”

Setelah penjelasan di atas, maka bagaimana dikatakan bahwa Imam Shalahuddin al-Ayyubi adalah penggagas Maulid Nabi, padahal fakta sejarah menyebutkan bahwa beliau adalah seorang raja yang berupaya menghancurkan Negara Ubaidiyyah. [1]

Siapakah Gerangan Shalahuddin al-Ayyubi [2]

Beliau adalah Sultan Agung Shalahuddin Abul Muzhaffar Yusuf bin Amir Najmuddin Ayyub bin Syadzi bin Marwan bin Ya’qub ad-Duwini. Beliau lahir di Tikrit pada 532 H. karena saat itu bapak beliau, Najmuddin, sedang menjadi gubernur daerah Tikrit.

Beliau belajar kepada para ulama zamannya seperti Abu Thahir as-Silafi, al-Faqih Ali bin Binti Abu Sa’id, Abu Thahir bin Auf, dan lainnya.

Nuruddin Zanki (raja pada saat itu) memerintah beliau untuk memimpin pasukan perang untuk masuk Mesir yang saat itu dikuasai oleh Daulah Ubaidiyyah sehingga beliau berhasil menghancurkan mereka dan menghapus Negara mereka dari Mesir.

Setelah Raja Nuruddin Zanki wafat, beliau yang menggantikan kedudukannya. Sejak menjadi raja beliau tidak lagi suka dengan kelezatan dunia. Beliau adalah seorang yang punya semangat tinggi dalam jihad fi sabilillah, tidak pernah didengar ada orang yang semisal beliau.

Perang dahsyat yang sangat monumental dalam kehidupan Shalahuddin al-Ayyubi adalah Perang Salib melawan kekuatan kafir salibis. Beliau berhasil memporak-porandakan kekuatan mereka, terutama ketika perang di daerah Hithin.

Muwaffaq Abdul Lathif berkata: “Saya pernah datang kepada Shalahuddin saat beliau berada di Baitul Maqdis (Palestina, red), ternyata beliau adalah seorang yang sangat dikagumi oleh semua yang memandangnya, dicintai oleh siapapun baik orang dekat maupun jauh. Para panglima dan prajuritnya sangat berlomba-lomba dalam beramal kebaikan. Saat pertama kali aku hadir di majelisnya, ternyata majelis beliau penuh dengan para ulama, beliau banyak mendengarkan nasihat dari mereka.”

Adz-Dzahabi berkata: “Keutamaan Shalahuddin sangat banyak, khususnya dalam masalah jihad. Beliau pun seorang yang sangat dermawan dalam hal memberikan harta benda kepada para pasukan perangnya. Beliau mempunyai kecerdasan dan kecermatan dalam berfikir, serta tekad yang kuat.”

Shalahuddin al-Ayyubi wafat di Damaskus setelah subuh pada hari Rabu 27 Shafar 589 H. Masa pemerintahan beliau adalah 20 tahun lebih.

________
Footnote:

[1] Untuk lebih lengkapnya tentang sejarah peringatan maulid nabi dan hukum memperingatinya, silahkan dilihat risalah Akhuna al- Ustadz Abu Ubaidah “Polemik Perayaan Maulid Nabi”

[2] Disarikan dari Siyaru A’lam an-Nubala: 15/434 no.5301

Sumber: Diketik ulang dari Majalah Al-Furqan Edisi 09 Thn.XIII, Rabi’uts Tsani 1430/April 2009, Hal.57-58 [di salin dari: http://alqiyamah.wordpress.com/]
Tulisan ini telah diedit gaya penulisannya oleh: Irhamni Rofiun.

Tuesday, February 23, 2010

Biografi Singkat Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi: Pemimpin Para Da'i




Biografi

Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’râwi (16 April 1911 M. – 17 Juni 1998 M.) merupakan salah satu ahli tafsir Alquran yang terkenal pada masa modern dan merupakan Imam pada masa kini, beliau memiliki kemampuan untuk menginterpretasikan masalah agama dengan sangat mudah dan sederhana, beliau juga memiliki usaha yang luar biasa besar dan mulia dalam bidang dakwah Islam. Beliau dikenal dengan metodenya yang bagus dan mudah dalam menafsirkan Alquran, dan memfokuskannya atas titik-titik keimanan dalam menafsirkannya, hal tersebutlah yang menjadikannya dekat dengan hati manusia, terkhusus metodenya sangat sesuai bagi seluruh kalangan dan kebudayaan, sehingga beliau dianggap memiliki kepribadian muslim yang lebih mencintai dan menghormati Mesir dan dunia arab. Oleh karena itu beliau diberi gelar Imam Ad-Du'âti (baca: Pemimpin Para Da'i).

Kelahiran dan Pendidikan

Muhammad Mutawalli Asy-Sya’râwi dilahirkan pada tanggal 16 April tahun 1911 M. di desa Daqadus, distrik Mith Ghamr, provinsi Daqahlia, Republik Arab Mesir. Dalam usia 11 tahun beliau sudah hafal Alquran. Syekh Asy-Sya’râwi terdaftar di Madrasah Ibtidaiyah (baca: lembaga pendidikan dasar) al-Azhar, Zaqaziq pada tahun 1926 M. Sejak beliau kecil, sudah timbul kecerdasannya dalam menghafal sya'ir (baca: puisi) dan pepatah arab dari sebuah perkataan dan hikmah, kemudian mendapatkan ijazah Madrasah Ibtidaiyah al-Azhar pada tahun 1923 M. Dan memasuki Madrasah Tsanawiyah (baca: lembaga pendidikan menengah), bertambahlah minatnya dalam syair dan sastra, dan beliau telah mendapatkan tempat khusus di antara rekan-rekannya, serta terpilih sebagai ketua persatuan mahasiswa dan menjadi ketua perkumpulan sastrawan di Zaqaziq. Dan bersamanya pada waktu itu Dr. Muhammad Abdul Mun’im Khafaji, penyair Thahir Abu Fasya, Prof. Khalid Muhammad Khalid, Dr. Ahmad Haikal dan Dr. Hassan Gad. Mereka memperlihatkan kepadanya apa yang mereka tulis. Hal itulah yang menjadi titik perubahan kehidupan Syekh Asy-Sya’râwi, ketika orang tuanya ingin mendaftarkan dirinya di al-Azhar, Kairo. Syekh Asy-Sya’râwi ingin tinggal dengan saudara-saudaranya untuk bertani, namun orang tuanya mendesaknya untuk menemaninya ke Kairo, dan membayar segala keperluan serta mempersiapkan tempat untuk tempat tinggalnya. Syekh Asy-Sya’râwi memberikan syarat kepada orang tuanya agar membelikan sejumlah buku-buku induk dalam literatur klasik, bahasa, sains Alquran, tafsir, hadits, sebagai jenis dari melemahkannya sampai orang tuanya merestuinya dengan sekembalinya ke desa asal. Tetapi ayahnya cerdas pada trik tersebut, dan membeli apa yang diminta kepadanya, sambil mengatakan: “Aku tahu anakku bahwa semua buku-buku tersebut tidak diwajibkan untuk kamu, tapi aku memilih untuk membelinya dalam rangka memberikan ilmu pengetahuan yang menarik agar kamu haus dengan ilmu”. Tidak ada di hadapan Syekh, kecuali untuk patuh kepada ayahnya, dan menjadi sebuah tantangan keinginan untuk kembali ke desa dengan cara mengeruk ilmu sebanyak-banyaknya serta menelan sekaligus semua yang terjadi padanya dari ilmu-ilmu di depan matanya. Asy-Sya’râwi terdaftar di Fakultas Bahasa Arab tahun 1937 M., dan beliau sibuk dengan gerakan nasional dan gerakan al-Azhar. Pada tahun 1919 M. revolusi pecah di al-Azhar, kemudian al-Azhar mengeluarkan pengumuman yang mencerminkan kejengkelan orang Mesir melawan penjajah Inggris. Institut Zaqaziq tidak jauh dari benteng al-Azhar yang luhur di Kairo, Syekh Asy-Sya’râwi bersama rekan-rekannya berjalan menuju halaman al-Azhar dan sekitarnya, dan menyampaikan orasi dari sesuatu yang mendemonstrasikannya pada penahanan yang lebih dari sekali, dan pada saat itu beliau sebagai Ketua Persatuan Mahasiswa pada tahun 1934 M.

Fase Karir

Syekh Asy-Sya’râwi tamat pada tahun 1940 M. Dan meraih gelar strata satunya serta diizinkan mengajar pada tahun 1943 M. Setelah tamat Syekh Asy-Sya’râwi ditugaskan ke pesantren agama di Thanta. Setelah itu beliau dipindahkan ke pesantren agama di Zaqaziq, kemudian pesantren agama di Iskandaria. Setelah masa pengalaman yang panjang, Syekh Asy-Sya’râwi pindah untuk bekerja di Saudi Arabia pada tahun 1950 M. sebagai dosen syari'ah di Universitas Ummu al-Qurro. Dan Syekh Asy-Sya’râwi terpaksa mengajar materi aqidah meskipun spesialisasinya dalam bidang bahasa, dan pada dasarnya ini menimbulkan kesulitan yang besar, akan tetapi Syekh Asy-Sya’râwi bisa mengatasinya dengan keunggulan yang ada pada dirinya dengan prestasi yang tinggi, dan karena pengaruh itu Presiden Jamal Abdul Naser melarang Syekh Asy-Sya’râwi untuk kembali ke Saudi Arabia. Dan pada tahun 1963 M. terjadi perselisihan antara Presiden Jamal Abdul Naser dan Raja Saudi. Setelah itu Syekh Asy-Sya’râwi mendapatkan penghargaan dan ditugaskan di Kairo sebagai Direktur di kantor Syekh al-Azhar Syekh Husein Ma'mun. Kemudian Syekh Asy-Sya’râwi pergi ke Algeria sebagai ketua duta al-Azhar di sana dan menetap selama tujuh tahun, dan kembali lagi ke Kairo untuk ditugaskan sebagai Kepala Departemen Agama provinsi Gharbiyah, kemudian beliau menjadi Wakil Dakwah dan Pemikiran, serta menjadi utusan al-Azhar untuk kedua kalinya ke Kerajaan Saudi Arabia, mengajar di Universitas King Abdul Aziz. Pada bulan November 1976 M. Perdana Menteri Sayyid Mamduh Salim memilih anggota kementeriannya, Syekh Asy-Sya’râwi ditugaskan untuk Departemen (urusan) Wakaf dan Urusan al-Azhar (baca: setingkat Menteri Agama di Indonesia) sampai bulan Oktober 1978 M. Setelah meninggalkan pengaruh yang bagus bagi kehidupan ekonomi di Mesir, beliaulah yang pertama kali mengeluarkan keputusan menteri tentang pembuatan bank Islam pertama di Mesir yaitu Bank Faisal, dan ini merupakan wewenang Menteri Ekonomi dan Keuangan Dr. Hamid Sayih pada masa ini yang diserahkan kepadanya dan disetujui oleh anggota parlemen Mesir.

Keluarga Syekh Asy-Sya’râwi
Beliau telah menikah tatkala sekolah dasar karena kemauan orang tuanya yang telah memilih pasangan untuknya, dan Syekh Asy-Sya’râwi setuju atas pilihan orang tuanya tersebut, dan itu pilihan yang bagus yang tidak mengecewakan kehidupannya. Kemudian beliau dikaruniai tiga orang putra dan dua orang putri. Anak laki-lakinya: Sami, Abdul Rahim dan Ahmad. Dan anak perempuannya: Fathimah dan Sholihah. Syekh Asy-Sya’râwi berpendapat bahwa sesungguhnya faktor utama keberhasilan pernikahan adalah ikhtiar dan kerelaan kedua belah pihak. Mengenai pendidikan anaknya dia berkata: Yang terpenting dalam mendidik anak adalah suri tauladan, seandainya didapatkan suri tauladan yang baik maka seorang anak akan menjadikannya sebagai contoh, kemudian tindakan apapun terhadap tingkah laku yang jelek memungkinkan akan menghancurkannya. Maka seorang anak harus dicermatinya dengan baik, dan di sana terdapat perbedaan antara mengajari anak dan mendidiknya sebagai barometer kehidupan. Seorang anak jika tidak bergerak kemampuannya dan bersiap untuk menerima dan menampung sesuatu yang disekitarnya, artinya apabila tidak siap telinganya untuk mendengar, dan kedua matanya untuk melihat, dan hidungnya untuk mencium, dan ujung-ujung jarinya untuk menyentuh, maka kita wajib menjaga seluruh kemampuannya dengan tingkah laku kita yang mendidik bersamanya dan di depannya. Oleh karena itu, kita harus menjaga telinganya dari setiap perkataan yang jelek, dan menjaga matanya dari setiap pemandangan yang merusak. Dan apabila kita ingin mendidik anak-anak kita dengan pendidikan islami, caranya dengan menerapkan ajaran Islam dalam menunaikan setiap kewajiban, terampil dalam bekerja, menunaikan salat pada waktunya, dan ketika kita memulai makan maka kita memulainya dengan menyebutkan Bismillah, dan ketika kita selesai makan maka kita mengucapkan Alhamdulillah. Apabila anak melihat kita dan kita mengerjakan yang demikian itu maka dia akan mengikutinya juga yang lainnya. Tapi jika anak itu tidak mengambil pelajaran dalam hal ini, maka tindakan lebih penting daripada omongan belaka.

Penghargaan yang pernah diraihnya

Imam Asy-Sya’râwi diberikan tanda penghargaan pertama pada usia pensiunnya pada tanggal 15 Maret 1976 M. sebelum ditugaskan menjadi Menteri Wakaf dan Urusan al-Azhar. Mendapatkan penghargaan nasional tingkat pertama pada tahun 1983 M. dan tahun 1988 M., dan pada hari Da'i Nasional beliau mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa pada bidang sastra dari Universitas Manshurah dan Universitas al-Azhar Daqahlia. Organisasi Konferensi Islam di Makkah al-Mukarramah memilihnya sebagai anggota komite tetap untuk konferensi keajaiban ilmu dalam Alquran dan Sunnah Nabawi, yang disusun oleh Organisasi Konferensi Islam, dan beliau ditugaskan untuk memilih juri-juri pada bidang agama dan keilmuan yang berbeda-beda, untuk menilai makalah-makalah yang masuk dalam konferensi. Sejumlah karya-karya universitas menulis tentang dirinya di antaranya tesis magister mengenainya di Universitas Minya, Fakultas Pendidikan, Jurusan Dasar-dasar Pendidikan, dan tesis tersebut mencakup informasi dari pendapat-pendapat pendidikan pada Syekh Asy-Sya’râwi dalam faktor perkembangan pendidikan modern di Mesir. Provinsi Daqahlia menjadikannya sebagai tokoh pameran kebudayaan pada tahun 1989 M. dan yang diselenggarakan setiap tahun untuk memberikan penghargaan putra-putri Daqahlia. Provinsi Daqahlia mempublikasikan suatu perlombaan untuk meraih penghargaan penghormatan dan motifasi tentang kehidupannya, pekerjaannya dan tingkatannya dalam dakwah Islam pada lingkup Nasional dan Internasional, dan diberikan uang yang berlimpah bagi yang mengikuti perlombaan tersebut.

Hasil Karya Syekh Asy-Sya’râwi

Syekh Asy-Sya’râwi mempunyai sejumlah karangan-karangan, beberapa orang yang mencintainya mengumpulkan dan menyusunnya untuk disebarluaskan, sedangkan hasil karya yang paling populer dan yang paling fenomenal adalah Tafsir Asy-Sya’râwi terhadap Alquran yang Mulia. Dan di antara sebagian hasil karyanya adalah:

1. Al-Isrâu wa al- Mi'râju (Isra dan Mi'raj),
2. Asrâru Bismillâhirrahmânirrahîmi (Rahasia dibalik kalimat Bismillahirrahmanirrahim),
3. Al-Islâmu wa al-Fikru al-Mu'ashiri (Islam dan Pemikiran Modern),
4. Al-Islâmu wa al-Mar'átu, 'Aqîdatun wa Manĥajun (Islam dan Perempuan, Akidah dan Metode),
5. Asy- Syûrâ wa at-Tasyrî'u fî al-Islâmi (Musyawarah dan Pensyariatan dalam Islam),
6. Ash-Shalâtu wa Arkânu al-Islâmi (Shalat dan Rukun-rukun Islam),
7. Ath-Tharîqu ila Allâh (Jalan Menuju Allah),
8. Al-Fatâwâ (Fatwa-fatwa),
9. Labbayka Allâhumma Labbayka (Ya Allah Kami Memenuhi Panggilan-Mu),
10. Suâlu wa Jawâbu fî al-Fiqhi al-Islâmî 100 (100 Soal Jawab Fiqih Islam),
11. Al-Mar'átu Kamâ Arâdahâ Allâhu (Perempuan Sebagaimana Yang Diinginkan Allah),
12. Mu'jizatu al-Qurâni (Kemukjizatan Alquran),
13. Min Faydhi al-Qurâni (Diantara Limpahan Hikmah Alquran),
14. Nazharâtu al-Qurâni (Pandangan-pandangan Alquran),
15. 'Ala Mâídati al-Fikri al-Islâmî (Di atas Hidangan Pemikiran Islam),
16. Al-Qadhâu wa al-Qadaru (Qadha dan Qadar),
17. Ĥâdzâ Ĥuwa al-Islâmu (Inilah Islam),
18. Al-Muntakhabu fi Tafsîri al-Qurâni al-Karîmi (Pilihan dari Tafsir Alquran Alkarim).

Referensi: Muntadayâtu Syabâbi Mishra – Al-Muntadayâtu al-Islâmiyyatu – Fî Rihâbi al-Islâmi – Muntadâ Qashashu al-Anbiyâi wa al-Mursalîna – Al-Imamu Muhammad Mutawallî Asy-Sya'râwî: Musyâhadatu an-Nuskhati Kamilatan. http://www.egyguys.com/.

Ar-Rajulu La Yansâ At-Târikh
Irhamni Rofi'un.

Monday, February 22, 2010

Wawancara Eksklusif Ustzh. Hj. Siti Roudhoh Hasbiallah, Lc. - Mesir


Kenapa Mesir yang menjadi tempat pilihan Ustadzah dalam menuntut ilmu?
Alhamdulillah saya haturkan kepada Allah Swt. karena saya dapat menginjakkan kaki di bumi kinanah ini. Kita sebagai duta-duta bangsa tentunya harus tahu kenapa mesti mesir yang jadi pilihan kita. Saya pribadi dahulu setelah tamat di Pondok Pesantren Attaqwa Putri sekitar tahun 1996, dihadapkan dua pilihan yaitu Mesir dan Pakistan. Lalu kenapa saya memilih Mesir? Karena di Mesir kita akan mempunyai banyak pilihan, artinya tinggal kita yang mau memilihnya mau jadi apa di mesir; salafi, sufi, sekuler, moderat, nabi musa bahkan fir'aun pun juga bisa. Kemudian yang menjadi daya tarik karena Mesir banyak disinggahi para pengembara ilmu. Hal itu karena Mesir mempunyai segudang stock para Ulama yang tak diragukan lagi wawasan keilmuanya, dan juga banyak dari para Anbiya yang diturunkan di Mesir serta banyak juga kisah-kisah mengenai Mesir yang diceritakan di dalam Al-Qur’an. Namun tentunya kita tetap harus waspada dengan Mesir dengan segala ahwalnya, karena tergadang kita akan mudah terbawa arus keadaan dan akhirnya terlena serta melupakan niat awal kenapa kita berada di negeri seribu menara ini. Jadi, waspadalah dengan mesir, karena jika kita tidak dapat menundukannya maka dialah yang akan membinasakan kita.
Adakah kendala-kendala dalam akademis yang pernah dilalui?
Bicara tentang kendala-kendala ketika belajar di Mesir, dulu ketika awal saya tiba di Mesir tidak ada semacam Fushul Taqwiyah seperti sekarang ini, cuma sekedar bimbingan belajar yang disediakan oleh almamater dan itu cukup berpengaruh pada proses belajar, terlebih bagi kita yang merasa IQnya standar jika dibandingkan dengan teman-teman yang lain. Maka, berangkat dari situlah saya bertekad akan bersungguh-sungguh dalam belajar, wal hasil alhamdulillah saya bisa menemempuh S1 walaupun dalam kurun waktu yang agak lama. Namun, terkadang saya menilai bukanlah titel yang menentukan kadar keilmuan seseorang, melainkan sejauh mana ilmunya itu diamalkan serta bermanfaat bagi orang lain, maka mudah-mudahan keberkahan ilmulah yang menjadi tolak ukur kita. Khairunnâs 'Anfauhum Linnâs.
Apa saja aktifitas yang dijalani sekarang?
Kesibukan saya di Mesir setelah selesai S1, selain mengamalkan ilmu yang telah didapat, saja juga ibu dari dua orang anak, kemudian saya juga sering menyibukkan diri dengan kegiatan-kegitan, diantaranya: Sebagai Penasehat Forum Silaturahmi Umahât (Fosma) H-10 dan sekitarnya yang mengkaji berbagai permaslahan seperti Fiqih Kontemporer, kesehatan reproduksi serta membahas bagaimana kiat-kiat sukses studi dan sekses berkeluarga. Kemudian saya juga aktif di Keluarga Mahasiswa Jambi (KMJ) sebagi simpatisan sekaligus anggota Istimewa serta aktif sebagai Penasehat Devisi Kewanitaan Ruhama juga aktif di berbagai kajian-kajian, seminar-seminar dan juga talkshow kewanitaan dengan akhwat-akhwat serta ibu-ibu yang ada di mesir.
Bagaimana cara Ustadzah mengatur waktu antara studi dan tugas rumah tangga?
Yang pertama, kita harus memahami keadaan orang yang kita sayangi, artinya kita harus tafahum, kemudian nanti akan timbul tasamuh. Kalau sudah tasamuh kita akan tahu sejauh mana tingkat keikhlasan kita. Maka berangkat dari situlah semuanya akan berjalan dengan baik. Kemudian kita juga harus bisa membagi waktu untuk belajar dan untuk tugas keluarga dengan memperhatikan kondisi keluarga atau pertumbuhan anak-anak, misalnya ketika suami kita sedang belajar, berarti kita yang mengurus anak-anak, begitu juga sebaliknya. Intinya, semuanya harus kita kasih ruang untuk bergerak agar bisa berksinambungan yang pada akhirnya akan datang kesuksesan yang kita harapkan, karena semuanya bisa dilihat dari sini kalau kita bisa sukses dalam mengatur waktu untuk belajar dan tugas kelurga insya Allah kita akan suskses juga dalam mengatur hal yang lainnya. Yang terakhir, jangan lupa untuk memberikan dukungan kepada suami kita dalam menjalani semuanya, karena dukungan kita sebagai pasanganya sangat mempengaruhi proses kesuksesannya di dalam mearih cita-cita dan azam.
Apa saja persiapan bagi teman-teman ingin studi di Mesir?
Persiapan yang perlu diperhatikan bagi teman-teman yang ingin melanjutkan studinya di mesir, paling tidak harus mengusai bahasa arab dan nahwu sharaf atau ilmu alat, karena itu merupakan modal dasar untuk proses dalam memahami pelajaran-pelajaran di kuliah. Kemudian juga kita harus memperdalam pengalaman-pengalaman yang ada, misalnya menanyakan kepada senior-senior yang sudah kembali ke tanah air perihal seputar keadaan Mesir. Semua itu untuk menjadikan barometer kita disini, apakah kita bersungguh-sungguh atau berleha-leha. Dan juga yang paling terpenting adalah azam serta cita-cita kita untuk belajar disini haruslah benar-benar kita tanamkan. Bismillah.. Faidzâ ‘azamta Fa Tawakkal ‘alallah. Maka insya Allah semua cita-cita yang kita dambakan bisa diraih.
Adakah pesan dan kesan untuk Attaqwa tercinta?
Pesan untuk teman-teman Attaqwa yang ada di Mesir, pertama kita harus kenali dan pelajari diri kita dulu, siapa diri kita dan untuk apa kita berada di Mesir, lalu kita harus memanaje dengan baik segala sesuatu yang harus kita kerjakan selama proses belajar karena sudah tentu yang kita inginkan adalah benar-benar kesuksesan bukan kegagalan. Dan kesuksesan itu diraih bukan hanya dengan berpangku tangan saja melainkan dengan kejuhudan dalam belajar. Pernah ada sebuah guyonan dari salah seorang senior IKPMA, “Belajar di Mesir itu kepala jadi kaki, kaki jadi kepala.” Artinya, kesuksesan benar-benar tidak bisa dijual, harus dengan Juhud dan Tadhiyyah. Maka dari itu, untuk teman-teman IKPMA mari kita semangat, kita buka lembaran baru setelah tahu sejauh mana kadar kemampuan kita. Intinya, bagaimana kita berusaha untuk bisa sampai kepada tujuan yang sesuai dengan janji kita kepada orang-orang yang kita sayangi, orang tua, keluarga, guru-guru, pondok, masyarakat serta nusa dan bangsa. Wallahu a’lam bishshawâb.

Sunday, February 21, 2010

Wawancara Eksklusif Sidratul Muntaha - Malaysia


Berikut wawancara dengan Sidrotul Muntaha, salah satu Mahasiswa Master Psikologi Pendidikan di International Islamic University, Malaysia. Alumni attaqwa putera tahun 2000 ini sempat mengambikan dirinya pada tahun 2000-2001.

Kira-kira, berapa jumlah alumnus attaqwa yang sekarang belajar di Malaysia?
Jumlah alumnus attaqwa yang sedang menempuh pendidikan di Malaysia sebanyak 5 orang dan tersebar di dua Universitas. 4 orang di IIUM -tempat saya sekarang ini- yang terdiri dari: 1 orang kuliah Doktoral, 1 orang Master dan 2 orang studi S1. Sedangkan 1 orang lagi kuliah Master di University of Malaya.

Apa yang menjadi landasan anda yang lebih memilih melanjutkan studi di Malaysia dari pada negara lain? Dan apa keistimewaannya serta hambatan studi disana?
Secara umum saya memilih kuliah di Malaysia dan lebih tepatnya di IIUM adalah: Pertama, fasilitas kampus yang sangat modern dan memanjakan semua mahasiswanya mulai dari gedung perkuliahan, asrama, library yang jumlah bukunya sangat banyak dan up to date, internet gratis di setiap sudut kampus, hingga sarana ekstra-kurikuler yang semuanya tersedia lengkap, mulai dari stadium untuk sepakbola sampai dengan kolam renang. Kedua, IIUM untuk program Master bidang pendidikan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Ketiga, dosen yang mengajar merupakan alumni universitas-universitas ternama di luar negeri. Keempat, biaya kuliah Master di Malaysia lebih murah dibandingkan beberapa kampus negeri di Indonesia, meskipun jika dilihat secara keseluruhannya (biaya hidup), lumayan memberatkan. Apalagi nilai mata uang rupiah yang tidak stabil terhadap dollar Amerika yang otomatis berdampak langsung pada mata uang rupiah itu sendiri.
Mengenai hambatan, mendekati tahun ke-3 saya menempuh studi di Malaysia, alhamdulillah saya belum pernah menemui hambatan yang signifikan yang sekiranya bisa mengganggu kuliah saya di IIUM. Namun ada beberapa hal yang sempat membuat saya merasa tidak nyaman, diantaranya: Pertama, lemahnya penguasaan bahasa Inggris. Ini bisa dikatakan kendala terbesar saya selama kulia di IIUM. Karena mulai dari Madrasah Ibtidaiyah-Aliyah hingga menempuh pendidikan s1, saya jalani dengan menggunakan bahasa Indonesia. Kedua, masalah logistik. Secara geografis dan kultur, Malaysia memang dekat dengan Indonesia, bahkan banyak penduduk Indonesia yang berprofesi sebagai Koki disini. Namun, saya tetap merasakan perbedaan citarasa masakan yang sempat membuat saya tidak nyaman pada awalnya, seperti agak sulit menemukan masakan melayu yang bercita rasa pedas layaknya di Indonesia.

Jika ada yang ingin melanjutkan studi di Malaysia, apa persyaratan yang harus dipersiapkan?
Hal terpenting yang harus dipersiapkan oleh pelajar yang ingin melanjutkan studi di Malaysia adalah penguasaan bahasa Arab dan Inggris. Walaupun di IIUM menyediakan kelas bahasa sebagai syarat untuk bisa mengikuti perkuliahan, namun haruslah sudah punya basic bahasa yang lumayan (Arab dan Inggris). Hal itu akan mempermudah dan mempercepat kita dalam menempuh pendidikan di Malaysia yang menjadikan dua bahasa tersebut sebagai bahasa pengantar di kelas.

Belakangan ini terjadi beberapa persoalan yang sangat sensitif antara Indonesia dan Malaysia, apakah hal tersebut mempengaruhi proses studi para pelajar dan mahasiswa Indonesia di sana?
Sejauh yang saya rasakan dan saya dengar dari teman-teman, belum ada dampak besar dari sengketa antara Indoesia dan Malaysia akhir-akhir ini. Walaupun ada beberapa pelajar dan dosen Malaysia yang bertanya tentang hal tersebut, namun sejauh ini saya rasa mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Malaysia tidak mengalami gangguan apapun sebagai dampak dari kasus tersebut.

Adakah pesan dan kesan yang ingin disampaikan untuk Attaqwa tercinta?
Saya mengenal dan belajar huruf serta angka-angka pertama kali dari Attaqwa. So, Attaqwa sudah menjadi salah satu bagian terpenting dari jejak langkah hidup saya hingga sekarang ini.
Untuk pesan, kepada adik-adik kelas saya di Attaqwa. Jangan pernah takut mempunyai impian, karena manusia tidak pernah membayar untuk sebuah kata mimpi. Namun begitu banyak orang sukses karena berani bermimpi dan rela berjuang untuk mewujudkannya.

Friday, February 19, 2010

Wawancara Eksklusif Bang Abdul Hayyi Alkattani, MA. - Mesir


T: Bagaimana perjalanan abang bisa sampai ke Mesir hingga hampir menyelesaikan program dukturah dan kenapa memilih Mesir sebagai tujuan?

J: Saya itu selesai di Attaqwa tahun 1991. Pada zaman saya orang yang lulus dari Attaqwa lulusan aliyah tidak bisa langsung ikut ujian negeri, tapi satu tahun kemudian baru bisa ikut ujian persamaan, tidak seperti sekarang. Jadi tahun 1992 saya baru bisa ikut ujian tahun itu. Ketika itu pula saya diinformasikan ada kesempatan untuk sekolah ke Mesir jadi semenjak itu saya ke Mesir. Kenapa saya pilih Mesir? Waktu itu saya ada pilihan: imma ke Malaysia atau imma ke Saudi atau ke Pakistan atau Mesir. Jadi dari sekian pilihan-pilihan itu saya lihat ternyata Mesir yang paling menjanjikan. Dalam artian di Mesir itu kita bisa menguasai bahasa Arab secara langsung tapi juga kita mempunyai kesempatan untuk mempelajari hal-hal lain, hal-hal yang bersifat organisasi dan ilmu-ilmu yang lebih luas.

T: Masalah S3 program dukturah, kapan rencana abang menyelesaikan disertasi dan apa saja yang abang sudah persiapkan dalam hal tersebut?. Kalau boleh tahu apa yang akan abang bahas dalam disertasi tersebut?

J: Ketika tahun 1991 selesai aliyah, saya berkesempatan selama sepuluh bulan menemani pak kyai pada hari-hari terakhir dari beliau sakit sampai beliau meninggal. Dari situ saya melihat bahwa betapa ulama itu sangat penting. Ketika beliau sakit kita kehilangan, dari situlah dan selama itu pula saya disamping menemani ternyata saya belajar informal. Ya saya cukup belajar di samping kasur, sambil menemani pak kyiai saya membaca. Kadang-kadang ketika melihat teman-teman PPA-Wati yang sedang berjalan ke sekolahnya, saya sedih juga ingin seperti anak-anak sekolah lagi. Jadi ada dua hal yang yang mendorong saya untuk sampai S3. Pertama, pentingnya ulama; yang kedua, pentingnya belajar. Ketika itu saya berfikir dan bertekad jika ada kesempatan saya akan pergunakan dengan sebaik-baiknya untuk belajar. Karena saya merasakan saat itu jadi betapa pentingnya ilmu. Kita merasa kehilangan ketika almarhum meninggal. Di samping itu juga saya merasa betapa kosongnya saat itu karena tidak belajar. Jadi dua hal itu yang mendorong saya untuk bertekad: pokoknya di Mesir saya harus selesai pada puncaknya, bagaimana pun caranya. Dari situ saya belajar rajin. Maka ketika S1 alhamdulillah saya jayyid empat tahun selesai. S2 saya ke Al Azhar, tapi ternyata di Azhar itu saya tidak muqayyad juga setelah setahun mendaftar. Saya lulus tes tapi muqayyad nya ngga turun-turun. Jadi karena dorongan untuk belajar maka saya melompat ke Darul Ulum, walaupun bayar. Kemudian saya pindah kesana. Ternyata krisis ekonomi datang. Jadi dari situ saya mau S2 cepat, tapi malah jadi molor. Karena apa? Karena saya masuk Darul Ulum harus bayar, tapi uangnya tidak ada. Ya kemana lagi selain harus kerja. Kerjanya apa? Ya banyakin terjemah? Ini jadi sebab kenapa terjemah saya banyak. Ya karena buat bayar kuliah dan buat hidup. Jadi bukan saja terjemah itu saya hobi, tapi juga karena kebutuhan. Karena memang jalannya seperti itu, ya kita jalanin.


Jadi cukup lama juga disini. Saya intinya kerja juga kan. Di situlah kenapa akhirnya saya banyak punya buku yang diterbitkan. Jadi ada hikmahnya. Satu segi saya lambat tapi satu segi saya banyak punya buku. Tapi seharusnya dua tahun malah molor 5-6 tahun. Syukur alhamdulillah 2004 selesai. Dan setelah itu saya masih belum puas karena cita-cita yang paling akhir itu belum dapat, yaitu S3 di Mesir. Maka saya pun mengusahakan tahun 2005 saya daftar judul, alhamdulillah diterima. Pas itu saya pulang ke indonesia libur tiga bulan. Ketika balik ke Mesir, saya dapati ternyata judul saya ada yang sama dengan judul orang lain. Maka saya akhirnya harus dari awal mencari judul cari lagi. Tahun 2006 saya masih cari judul. Akhir 2006 atau 2007 baru mendapatkan judul lain. Dua tahun hilang. Maka kita di situ diuji kesabarannya. Di mesir ini, jika kita ada kesulitan kemudian kita hadapi dengan sabar dan tidak lari, insya Allah bisa menemukan jalan keluarnya. Ada kesulitan ada kemudahan. Jadi inna ma’al ‘usri yusra itu benar adanya. Insya Allah dikasih jalan keluar. Ketika itu semenjak tahun 2007 saya mulai baca kumpulin bahan jadi 2008 itu saya baru mulai menulis dan diusahakan hingga akhir tahun ini selesai. Jadi cukup lama perjalanannya dari tahun 1992 sampai 2009. Memang ilmu itu sangat penting dari dulu pun ulama belajar sampai meninggal. Nabi Musa ditanya oleh Allah siapakah orang yang paling cerdas dan pintar dimuka bumi ini? Nabi musa bilang, "saya". Ternyata jawaban itu ditolak oleh Allah swt. Maka kaget kan nabi musa. Padahal Nabi Musa kan seorang nabi, tapi masih ada yang lebih pinter darinya. Maka nabi musa diperintahkan untuk belajar ke Nabi Khidir. Intinya, di atas yang lebih pintar ada lagi yang lebih pinter lagi. jadi ga boleh berhenti belajar. Ilmu itu tidak ada batasnya.

Kembali ke risalah saya, yang saya tulis saat ini tentang “Khuludun nas bayna asshufiyah walfalasifah islamiyyin” yaitu tentang konsep kekekalan jiwa antara kalangan tasawuf dan kalangan filosof Islam. Jadi menyangkut bagaimana memahami jiwa itu apa terus bagaimana setelah meninggal.

T: Pembicaraan yang paling anyar untuk saat ini dikalangan masisir kurang lebih ada tiga, pertama permasalahan seputar Maba. Kedua, seputar partai politik atau pemilu. Yang ketiga, permasalahan nasib Palestina. Untuk ketiga permasalahan ini kami dari redaksi Kreasi ingin mengetahui pandangan abang tentang hal tersebut.
Pertama seputar Maba: Melihat kondisi sekarang sepertinya sulit sekali untuk melanjutkan studi ke timur tengah khususnya mesir, dampak dari kondisi tersebut adalah nasib para maba khususnya maba attaqwa yang berjumlah 17 orang yang sampai saat ini tak kunjung datang yang sudah pasti meninggalkan mata kuliah pada termin satu. Bagaimana pandangan abang mengenai hal ini dan solusi bagi mereka?

J: menurut saya kita dalam masalah ini dari segi fakta disini kita menyalahkan lembaga resmi pemerintah Indonesia dalam hal ini Depag dan orang-orang yang bertanggung jawab disana. Ini setelah saya pelajari adalah murni kesalahan mereka jadi permainan zaman dulu, sistem zaman dulu itu masih dipakai. Ini tidak bisa dipergunakan untuk pergaulan internasional. Ini adalah tamparan bagi Indonesia. Bagi kita apabila terjun di Depag maka harus melakukan perubahan. Salah kalau gaya lama diterapkan untuk menangani milik orang luar . Azhar itu kan memberikan kesempatan kepada kita. Itu sebenarnya sama saja kita diberikan beasiswa. Walaupun yang tidak dapat beasiswa secara langsung pun tetap secara hakikatnya mendapatkan beasiswa dari Al Azhar. Karena kita bayar cuma sedikit. Jadi fasilitas itu sama saja beasiswa. Secara tidak langsung semua orang yang belajar di Azhar itu menikmati wakaf orang mesir. Kekayaan wakaf orang mesir ini yang sedang kita nikmati di Mesir berupa fasilitas belajar apalagi yang dapat beasiswa kan seperti di bu'uuts dan kuliah itu semua wakaf kekayaan orang Mesir. Disini kita menyayangkan Depag tidak profesional sebetulnya ini merupakan suatu tamparan yang memalukan. Sebagai lembaga agama banyak orang yang pintar dan katanya agamawan, ternyata seperti itu. Jadi kalau kita dulu bisa bersembunyi sekarang orang luar melihat dan membuka masalah ini jadi betul-betul terlihat. Bagi kita sebagai rakyat biasa dan bukan pejabat yang berwenang, melihat mahasiswa baru itu tidak bisa mempunyai tawaran apa-apa untuk mengubah itu semua, karena memang permainannya itu tingkat lembaga Negara. Jadi melihat kondisi sekarang kita harus ambil hikmahnya. Selama kosong itu manfaatkan apa saja ilmu yang bisa dipelajari. Apakah bahasa Arab atau bahasa Inggrisnya. Apakah dia memperdalam dan menyiapkan hafalan al Qur`annya dan sebagainya. Memang betul para MABA itu berada dalam penyesalan, menyalahkan atau pusing-pusing malu sama tetangga karena katanya mau berangkat tapi belum juga. Maka menurut saya, saat menunggu itu seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Supaya nanti ketika datang waktunya berangkat ke Kairo, dia sudah siap.

T: Selanjutnya bila mereka sudah sampai di Mesir, apa yang seharusnya mereka lakukan?

J: Jadi menurut saya mahasiswa baru itu sebaiknya tingkat satu dan tingkat dua malah memfokuskan dirinya pada pelajaran. Dia harus menguasai pelajaran dan merasakan lulus, minimal di tingkat satu. Jadi ketika lulus, dia tahu bagaimana cara ber ta’amul, cara menghadapi Azhar itu bagaimana supaya bisa lulus. Apalagi jika nilainya bagus, tentu akan sangat baik. Jadi kalau sudah ketahuan carannya maka bisa mengatur waktu untuk hal-hal yang lain. Misalnya organisasi.


Jadi organisasi itu tidak kemana-mana, sehingga tidak perlu dikejar-kejar. Kita tinggal dan tidak ikut organisasi itu juga tidak kenapa-napa. Tapi kalau pelajaran, ya kalau kita tidak pelajari maka kita nya kemana-mana, tapi belajarnya kemana tau. Jadi untuk saat ini, yang terpenting adalah pelajaran, terutama al Qur`an dan bahasa Arabnya baik fushah maupun 'amiyah, serta pengungkapannya. Jadi kalau itu sudah kuat, untuk kedepannya enak. Usahakan kenal langsung sama orang Mesir, gaul, jadi bahasa nya itu bukan bahasa Indonesia tapi Arab Mesir. Jangan kita sampai di sini kumpul sama orang satu kampung, sama saja preman ciplak pindah markas ke Kairo; orangnya dia-dia juga. Kalau dulu nongkrongnya di warteg Ciplak, kalau sekarang adanya di Kairo Hayyul Asyir. Orangnya dia-dia juga dan yang dibicarakan itu-itu juga, ya sama saja.

T: Mengenai Pemilu Raya tahap pertama yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 April 2009, bagaimana persepsi abang tentang kegiatan partai politik di kalangan masisir dan tentang Golput?

J: Menurut saya, ini adalah momen untuk kita menentukan sedikit berperan dalam masalah Negara. Jadi kesempatan untuk turut menentukan dengan cara memilih orang yang baik. Ketika –misalnya- kita golput, ya tidak ada yang rugi. Yang rugi kita saja. Karena seharusnya kita berperan, jadi ngga. Malahan yang untung non-muslim seperti kalau tidak salah di Kalimantan Tengah. Orangnya mayoritas muslim tapi banyak yang golput atau yang Islam itu pendidikannya kurang dan tidak suka bergerak di bidang politik dan pemerintahan. Jadinya anggota DPRD serta bupati dan gubernurnya kebanyakan non-muslim. Sekarang baru mereka menyadari dan merasakan kena batunya. Atau tidak enaknya memilih golput. Karena ternyata pejabat-pejabat itu menggalakan pendirian gereja di sana, padahal di daerah muslim. Para penduduk menentang tidak bisa, karena dikuasai oleh non-muslim. Jadi selama kita mampu menggunakan kesempatan untuk menentukan pilihan yang terbaik, lakukanlah.

T: Seputar nasib Palestina: Jika Palestina berjihad dengan perang, tentunya kita selaku sesama muslim tidak bisa begitu saja membiarkan saudara kita susah. Lantas, menurut Bang Hayyi jihad seperti apa yang bisa kita lakukan agar kita tidak termasuk golongan yang dikatakan “tertawa di atas penderitaan saudaranya (Muslim Palestina, Red)”?

J: Jadi sebenarnya kasus Palestina-Israel itu kasus yang kompleks. Sebetulnya ini sudah masuk kategori kasus internasional. Saya lihat, hingga negara Arab pun ketika terjun itu kemungkinan mereka malah rugi. Jadi kenapa negara Arab malah buat perjanjian damai? Karena seandainya Yordania, Saudi, Mesir itu berperang melawan Israel, kemungkinan malah Mesir nya yang ke ambil bukan Israelnya yang diambil. Karena apa?Karena Israel itu pada hakikatnya Amerika. Kita perhatikan kekuatan tahun 1948 terus tahun 1967, serta sebelumnya perang ‘Udwan Tsulatsi; Ketika tahun 1948 di Mesir ini dan negara-negara Arab dalam jajahan. Kekuatan dan pusatnya Islam itu ada di Turki. Tidak ada kekuatan bersenjata secara riil dan massif di Timur Tengah, saat itu. Yang ada suku-suku kecil. Jadi memang, tidak dapat berbuat banyak. Sementara Israel itu kepanjangan tangan dari Inggris dan Prancis. Karenanya, Negara-negara Arab pada 1948 itu kalah. Karena memang tidak ada pemerintahan yang efektif. Tentara yang ada di Timur Tengah itu tentara Inggris. Walaupun di Mesir ada Ikhwannya, tapi sedikit yang pegang senjata dan kurang massif dan kurang efektif. Tahun 1967 juga sama. Israel nyerang duluan dengan senjata yang mutakhir. Arab baru mengumpulkan senjata sudah diserang. Sementara tahun 1973, Amerika gentian menyokong Israel. Jadi semuanya memang baik Inggris maupun Perancis menggunakan Israel sebagai agennya di Timur Tengah.

Sementara saat ini, seandainya Mesir berperang melawan Israel, maka Mesir akan dikucilkan dan kemungkinan kehilangan sebagian negaranya serta rakyatnya mati. Negaranya berkurang dan masyarakatnya jatuh miskin karena habis buat beli senjata. Jadi kadang kita fahami juga kenapa Mesir dan Yordan akan menjadi lebih parah lagi seandainya dia perang. Karena memang kondisinya belum memungkinkan.

Maka bagi kita pelajar di Mesir ini, kita perang melawan kebodohan. Jadi ketika kita misalnya benci dan marah terhadap Israel maka kemarahannya itu seharusnya ditujukan kepada kebodohan kita. Kalau misalkan selama ini nilainya pas-pasan, maka perangnya berarti harus jayyid demi palestina misalnya. Jadi bukan sambil nangis meratapi Palestina, tapi tetap tidak belajar. Melihat orang dibunuh marah, dsb. Israel malah senang kalau kita marah dan stress. Kita marah tidak ada pengaruhnya buat dia. Kita ada pengaruhnya kalau kita jadi pintar, bisa menguasai, dan bisa diplomasi. Jadi kalau kita bisa berkomunikasi menggalang masa, itu yang ditakutkan sama dia. Kita bisa menggalang financial untuk gerakan umat islam itu yang ditakutkan sama dia. Kalau bom-boman malah dia senang sambil mengatakan: ternyata Islam itu teroris, tuh lihat buktinya.

Terkadang kita senang berjuang jangka pendek, padahal yang paling susah itu berjuang jangka panjang. Yaitu dengan membangun pendidikan, mendidik masyarakat dsb. Itu perjuangan. Jadi perang itu ada selesainya, kalau bangun masyarakat itu tidak ada selesainya. Perang ada selesainya, sedangkan belajar tidak ada selesainya. Karena ilmu tidak ada habisnya.

T: Kalimat penutup dan pesan untuk kawan-kawan IKPMA.

J: Menurut saya, sampainya kita di Mesir itu amanah. Karena ada ribuan orang bahkan jutaan orang ingin ke Mesir. Ada orang yang susah lulus tes. Ada yang sudah lulus tapi tidak dapat visa. Ada yang punya kemampuan tapi tidak ada uang. Maka suatu kesalahan bila kita sudah sampai disini apalagi bisa lulus ternyata kita tidak pergunakan itu untuk mempercepat atau memperdalam ilmu. Jadi kalau ada yang terburu-buru ingin berbakti ke Indonesia, ingin ngajar, sebelum menempuh pendidikan secara total di Mesir hingga jenjang yang tertinggi, itu menurut saya godaan. Zaman dulu itu kyiai-kyiai kalau sebelum dipanggil orang tuanya belum pulang. Jadi kalau orangtua nya sudah tua, sudah saatnya regenerasi, baru pulang. Tentunya sampai selesai jenjang yang tinggi. Tapi kalau orangtua masih muda, sehat, baru empat tahun sudah pulang, itu namanya manja. Sementara kalau dia di Mesir ini ada pengurusan beasiswa dan macam-macam, sehingga terbuka kesempatan untuk terus lanjut. Jadi amanah di Mesir itu tidak semua orang dapat meraihnya. Banyak yang ngiler. Paling yang kita harus bayar itu waktu; yaitu lamanya waktu belajar dimesir. Seperti saya alami sendiri. Kemudian kedua, kesabaran. Karena sering ktia menghadapi musykilah ini musykilah itu. Jadi di Mesir itu harus pintar mengolah kesabaran. Ada musykilah visalah, ada musykilah temanlah, ada musykilah pembiayaanlah. Jadi semuanya itu warna-warni kehidupan. Jadi kalau baru S1 pulang ya susah. Ngapain di sana? Biasa saja, belum ada atsarnya. Minimal S2 atau S3. Apalagi ternyata dari segi kemampuan, anak-anak kita itu hanya kalah dengan MANPK Koto Baru Padang. Berarti mengalahkan Ciamis, Darunnajah, Gontor dll. Dulu kan kita kagum sama Gontor, tapi ternyata secara akademis yang kelihatannya kita tidak bisa apa-apa, disini kita bisa punya kemampuan mengungguli mereka. Tapi kenapa justru lulusan Gontor itu banyak tampil di tanah air, tampil kayak di sini? Nah itu yang harus kita pelajari. Kekurangan kita itu apa dalam segi akademis? Saya yakin kita cukup bagus dalam hal akademis itu. Nah kekurangannya itu harus dilihat dan dipelajari kemudian diberikan solusinya. Jadi jangan berpuas diri dengan capaian yang ada. Karena jika tidak, maka ketika pulang jadinya begitu-begitu saja, di kampung lagi, jadi ustadz kampong. Padahal lulusan Kairo itu seharusnya garapannya imma nasional, atau malah internasional. Atau kalau ngga nasional, minimal provinsi dah. Bagaimana caranya? Lihat orang-orang yang sudah sukses di nasional, seperti pak Quraisy Shihab. Kalau internasionalnya seperti Said Agil Mahdali yang bukunya diterbitkan di Mesir, atau Darul Hadits. Dari pilihan-pilihan itulah yang nantinya menentukan bakat kita. Jadi kita harus sungguh-sungguh berusaha baru tercapai cita-cita.

Curriculum Vitae
H. Abdul Hayyie al Kattani,MA.TTL:Bekasi, 26 Juli 1972.Menikah, Nur Inayah Dimyathi (Isteri)dikaruniai dua orang putra Syadi Abdul Hayyi dan Muhammad Abdul Hayyi.Pekerjaan: Mahasiswa Program Dukturoh Universitas Darul Ulum, Mesir.Email: alkattani1@gmail.com.Kekeluargaan :KPJ (Keluarga Pelajar Jakarta)Almamater: IKPMA (Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Attaqwa)Aktifitas : Wakil ketua redaksi bulletin Fajar 1995-1996, anggota dewan redaksi Jurnal Oase 1996-1998, ketua kelompok studi Mizan Study Club 1998-1999, pengurus ICMI Orsat-Cairo 1997-1999, Peneliti di ISSR (Islamic Studies and Social Research) Cairo 1998-2000, Director on Board Cimas (Centre for Information, Middle East and Africa Studies) Cairo, Dewan Konsultatif PPMI (Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia) Mesir 1999-2000, Penasehat Pengurus Wilayah PII Mesir (1999-sekarang), anggota dewan redaksi bulletin Kreasi - Cairo, 1994-1995, dan peneliti di FOSHAM (Forum Studi Hak Asasi Manusia) Mesir. Buku-bukunya (terjemahan) yang telah dan akan terbit adalah:Islam dan Pluralitas, Dr. Muhammad Imarah, GIP, Jakarta, 1999. Trend Islam 2000, Dr. Murad Wilfred Hoffman, GIP, Jakarta, 1997. Fiqh Responsibilitas, Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, GIP, Jakarta, 1998.Berita Kemenangan Islam, Dr. Yusuf al Qardhawie, GIP, Jakarta, 1997. Sunnah Rasul Sumber Ilmu Pengetahuan dan Peradaban, Dr. Yusuf al-Qardhawie, GIP, Jakarta, 1998. Hidangan Islami, Syekh Fauzi Muhammad Abu Zaid, GIP, Jakarta, 1997. Bepergian (Rihlah) secara Islam, Dr. Abdul Hakam Ash Sha'idi, GIP, Jakarta, 1998. Hukum Murtad, Dr. Yusuf Al Qardhawie, GIP, Jakarta, 1997. Al Quran Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, Dr. Yusuf al Qardwahie, GIP, Jakarta, 1998. Fundamentalisme dalam Perspektif Pemikiran Barat dan Islam, Dr.Muhammad Imarah, GIP, Jakarta, 1999. Islam dan Keamanan Sosial, Dr. Muhammad Imarah, GIP, Jakarta, 1999. Pergolakan Pemikiran, Dr. Murad Wilfred Hoffman, GIP, Jakarta, 1998. Miskin dan Kaya dalam Pandangan Al Quran, Muhammad Bahauddin Al Qubbani, GIP, Jakarta, 1999. Hukum Tata Negara, Al Mawardie, GIP, Jakarta, 2000 Dosa-dosa Besar, Syekh Mutawalli Sya'rawi, GIP, Jakarta, Khutbah-Khutbah Imam Ali KW, karya Imam Muhammad Abduh, GIP, Jakarta, Tuntunan dalam Khitbah (Bertunangan), karya Muhammad Ali Quthb, GIP, Jakarta, Petunjuk Jalan, karya Sayyid Quthb, GIP, Jakarta. Sekarang sedang menggarap terjemah kitab Al-fiqhu al-Islam wa Adillatuhu karya Wahbah Zuhaili bersama tim terjemahnya. Dan Masih banyak lagi buku-buku terjemahannya yang lain.

Wawancara Eksklusif Nada Rahma - Pakistan


Inilah wawancara Kreasi dengan Nada Rahmah, alumni tahun 2006 yang menjadi Mahasiswi di International Islamic University Islamabad, Pakistan, jurusan BA (bachelor honours) Faculty English language, Literature and Humanity.

Berapa jumlah alumni Attaqwa yang sedang belajar di Pakistan?
Jumlah alumni Attaqwa di Pakistan ada 2 orang, saya dan Mutiara Subhiyah (alumni tahun 2008).
Faktor apa yang mendorong anda untuk meneruskan studi di Pakistan?
Banyak hal yang menggerakkan hati saya untuk menuntut ilmu di Pakistan serta keunikan dan kendala belajar di sini, diantaranya:
Sebenarnya saat itu tidak terbersit di fikiran sama sekali untuk belajar di negeri Ali Jinnah ini, tetapi saat itu orang tua yang tidak mampu membujuk saya lagi untuk melanjutkan studi di Mesir, dikarenakan kemampuan saya yang sangat lemah dalam bahasa arab. Hal inilah yang memberikan pilihan saya untuk melanjutkan studi di Pakistan. Saat itu saya meminta untuk melanjutkan di Australia atau di United
Kingdom karena saya ingin mengambil jurusan Sastra Inggris.
Namun lagi-lagi orang tua kurang setuju, dikarenakan saya anak perempuan 'semata wayang' dan belum pernah merasakan bagaimana hidup di negeri orang. Maka mereka akhirnya memberikan solusi untuk meneruskan studi di negara muslim mayoritas yang menggunakan bahasa Inggris sebagai salah satu official language mereka selain bahasa aslinya yaitu urdu.
Keunikan yang membuat saya tertarik belajar di sini, karena bahasa Inggris dan bahasa arab adalah bahasa yang tidak asing bagi warga lokalnya, di samping itu, saya bisa belajar bahasa mereka yaitu bahasa urdu. Dan standar nilai mereka pun disetarakan dengan bahasa Inggris oxford, semua buku adalah rekomendasi oxford.
Namun kendala yang dihadapi adalah situasi, akhir-akhir ini situasi di Pakistan semakin memanas, seringkali bom terjadi dimana-mana, bahkan sekarang pun sudah masuk daerah kapital Islamabad yang sebelumnya adalah daerah yang paling aman di Pakistan.
Serta kendala-kendala lain yang menggangu aktifitas belajar, namun secara keseluruhan, kondisi untuk belajar masih sangat memungkinkan bila kita menyampingkan masalah politik yang akhir-akhir ini acap kali terjadi di Pakistan. Asrama dan lingkungan kampus yang sejuk dan luas memungkinkan pelajar leluasa untuk mempersiapkan ujian ataupun hanya untuk sekedar belajar.

Apa langkah yang harus ditempuh jika ingin melanjutkan studi ke Pakistan?
Banyak persyaratan yang harus dipersiapkan untuk melanjutkan studi di Pakistan, diantaranya:
1. Menyerahkan Ijazah lengkap dari SD-Pendidikan terakhir, legalisir yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
2. Memberikan foto copy legalisir ijazah ke universitas, lengkap dengan foto 2x3, 3x4 dan foto copy paspor.
3. Mengisi formulir addmission akan di kirim ke universitas atau bisa meminta bantuan mahasiswa yang sudah berada di Pakistan untuk membelikan formulir dan mengisinya. Serta mengajukan laporan ke embassy Indonesia yang berada di Mesir (kok di Mesir? Bukannya Pakistan?). (Ini dengan bantuan mahasiswa).
4. Setelah formulir serta dokumen-dokumen telah terkirim, kita akan menunggu keluarnya addmission letter dari universitas dan dari Higher Education Comission (HEC), sebagai tanda bahwa kita telah diakui dan diizinkan melanjutkan studi di universitas yang dituju.
5. Seluruh foto copy dokumen, ijazah, foto, paspor, legalisir dan surat admission dari universitas dan HEC di kirimkan ke embassy Pakistan yang berada di Indonesia.
Mereka akan mengirimkan seluruh dokumen ke Ministry Of Interrior.
6. Tinggal menunggu surat keputusan dari Ministry of Interrior (di sini di uji kesabaran juga karena memakan waktu yang sangat lama).
7. Setelah surat keputusan keluar. Lalu di fax dan di serahkan ke embassy Pakistan yang berada di Jakarta untuk pembuatan izin visa studi.

Apa saja peran Anda sebagai Mahasiswa Indonesia di Pakistan?
Karena di sini kita adalah minoritas dan hanya saya dan sepupu saya yang merupakan alumni Attaqwa, maka kita tidak mempunyai komunitas sendiri. Namun untuk aktif di berbagai organisasi di Pakistan, alhamdulillah saya sendiri pernah aktif di PPMI Pakistan selama 2 tahun menjabat sebagai sekretaris keputrian, aktif di FLP forum lingkar pena cabang Pakistan sampai sekarang dan aktif di organisasi seperti NU-Nahdhotul Ulama menjabat sebagai kepala perkembangan perekonomian organisasi, serta di kampus saya tergabung dengan komunitas sastra ELS (English Literature Society), sedangkan sepupu saya Mutiara Subhiyah baru bergabung dengan FLP cabang Pakistan, dikarenakan dia baru tiba di Pakistan.

Adakah pesan dan kesan untuk Attaqwa tercinta?
Tetaplah menjadi wadah pendidikan yang mengembangkan muridnya tidak hanya di bidang agama, namun juga di bidang umum. Dan tetaplah meneladani Almarhum Guru Besar untuk menjadi pelajar yang berbakat dalam seni, shaleh dalam agama, dan cerdas.
Adapun kesan saya selama di Attaqwa, di sana saya belajar bagaimana rasanya bertanggung jawab, entah itu dalam organisasi, belajar, ataupun kepada diri sendiri. Di sana saya juga belajar dalam melihat bahwa semua orang adalah sama, meskipun mereka adalah guru, adik kelas, kakak kelas, yang membedakan mereka adalah cara mereka menghadapi masalah bijak atau tidaknya, tergantung dari kepribadian masing-masing. Apakah mereka bisa bijak sesuai dengan pangkat atau panggilan yang mereka miliki , atau mereka bertindak sama seperti halnya orang lain kebanyakan.

Wednesday, February 17, 2010

Wawancara Eksklusif Izuddin Hasan, Yaman


Berikut ini cuplikan wawancara bersama Izzuddin Hasan Marzuqi, alumni Attaqwa tahun 2007 yang sedang menempuh studi di Yaman.
Berapa jumlah alumni Attaqwa yang sedang belajar di Yaman?
Semuanya berjumlah 3 orang: Izzuddin Hasan Marzuqi (2007), Ahmad Dhiaul Haq Nasroli (2008) dan Saifullah Affandi (2008).

Bagaimana kondisi Yaman? Adakah kelebihan dan kekurangan sarana dan prasarana disana?
Tentang Tareem Hadhramaut Yaman. Nama kota Tareem diambil dari nama seorang penguasa yang membangun kota tersebut, yaitu Tarim bin Hadhramaut. Menurut sumber lain dikatakan bahwa yang membangun kota Tarim adalah Sa'ad al-Kamil. Adapun sebutan lain dari kota Tarim adalah Al-Ghanna, yang artinya suatu tempat yang sangat subur. Disebut demikian karena di kota Tarim banyak terdapat tempat-tempat rimbun, banyak pohon-pohon besar yang tumbuh dan banyak pula sumber-sumber airnya.
Kota Tarim juga disebut Madinah ash-Shiddiq. Hal ini disebabkan pada saat khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq meminta sumpah setia penguasa kota Tarim pada saat itu yang bernama Ziyad bin Lubaid al-Anshary, maka penguasa kota tersebut memberikan sumpah setianya dan kemudian diikuti oleh semua penduduk kota Tarim tanpa ada yang tertinggal.
Ketika berita ini disampaikan kepada Khalifah Abu Bakar ash- Shiddiq lewat surat, maka beliau berdoa untuk penduduk kota Tarim dengan 3 permohonan:
1. Semoga kota Tarim diberi kemakmuran,
2. Semoga kota Tarim diberikan berkah sumber airnya,
3. Semoga kota Tarim dipenuhi oleh orang-orang sholeh sampai hari kiamat.
As-Syeikh Muhammad bin Abu Bakar Ba'ibad berkata, "Sesungguhnya Abu Bakar ash- Shiddiq Ra. pernah memberi doa secara khusus bagi penduduk Tarim".
Salah satu keistimewaan kota Tarim adalah kota ini selalu dikunjungi orang dengan maksud yang amat penting, misalnya untuk mengambil barakah, menuntut ilmu, berziarah kepada wali-wali Allah dan bukan seperti kota-kota lain yang dikunjungi orang untuk mencari keuntungan yang bersifat duniawi.
Keistimewaan kota Tarim yang lain adalah banyak tersebarnya anak cucu Ahlul Bait Rasullullah Saw. Mereka tumbuh pesat di tanah yang penuh dengan kebaikan, mulia perilaku dan darah keturunan penduduknya.
Walaupun Hadhramaut dalam segi sarana dan prasarana sangat tertinggal jauh dari negara-negara arab berkembang lainnya, tetapi tidak menyurutkan semangat para pelajar Indonesia dan pelajar dari berbagai negara lain yang menuntut ilmu di negri Saba ini. Dan kukurangan ini dijadikan sebagai bahan pelatihan diri untuk lebih tawadhu' dan zuhud dalam hidup.

Kira-kira, apa saja yang harus dipersiapkan untuk belajar di Yaman?

Persiapan untuk melanjutkan studi di Yaman berbeda-beda menurut masing-masing instansi pendidikan disini seperti: Rubath Tareem, Darul Musthafa, Kuliah Syariah dan Hukum Al-Ahqaf dan lainnya. Tetapi, secara garis besar yang mesti dipersiapkan adalah bahasa arab, hapal juz 30, menguasai kitab hadits Arba'in, 'aqidatul awam, safinatunnajah, matan al-jurrumiyah. Dan syarat ini bisa saja bertambah menurut instansi pendidikan masing-masing.

Apa saja sistem yang diterapkan di tempat anda menggali ilmu pengetahuan sekarang dan bagaimana cara anda menyesuaikan diri dengan sistem tersebut?

Lembaga pendidikan di Yaman ada yang menggunakan sistem kuliah seperti Jami'ah Al-Ahqaf dan lain-lain. Sementara Rubath Tareem dan Darul Musthafa merupakan suatu ma'had yang menerapkan sistem belajar 'halaqah'. Pelajar di setiap halaqahnya berjumlah kurang lebih 15 orang dipimpin oleh satu syaikh. Para pelajar menyesuaikan sistem belajar dengan cara mengatur waktu, agar dapat membagi waktu mereka untuk muraja'ah, muthala'ah pelajaran, dars, istirahat dan ibadah.

Adakah pesan dan kesan untuk Attaqwa tercinta?

Banyak kesan yang terekam dalam memori kenangan, mulai dari kenangan manis, asem, asin, pahit. Pokoknya subhanallah banget dah.. ^_^
Adapun pesan saya, hal yang mesti dijaga oleh penuntut ilmu adalah adab, ilmu, dan amal.

Monday, February 15, 2010

Wawancara Eksklusif Bapak H. Nasruddin Lathief, MA - Libya


Kapan Bapak lulus dari Attaqwa, serta bagaimana perjalanan studi Bapak?

Kalau ditanya lulus, sebenarnya saya tidak lulus. Yang tepat adalah lolos. Karena saya tidak tamat sampai kelas 6. Saya hanya menyelesaikan kelas 3 MTs saja. Jadi saya lolos Mts tahun 1976. Ceritanya begini, pada tahun tersebut saya termasuk siswa bersama H. Maturidi Muhiddin, yang mengikuti ujian negeri. Dari siswa kelas 3 MTs hanya saya berdua saja. Sedangkan yang lain semuanya dari abituren atau santri yang telah lulus dan mengabdi di pondok. Saya mendengar kabar bahwa siapa saja yang mengikuti ujian negeri, akan dikeluarkan dari pondok. Saya merasa termasuk dari mereka itu. Namun, saya masih mengikuti ujian akhir kelas 3 MTs, walau hanya mengerjakan soal sebentar dan keluar. Sehingga sempat ditanyakan oleh alm. Guru Tadjuddin Marzuki, “Kemana Nasruddin? Tidak ikut ujian?” Kawan-kawan menjawab bahwa saya sudah keluar. Kendati demikian, kalau tidak salah saya masih menduduki rangking ke-2 dalam kenaikan kelas ujian tersebut.

Akhirnya saya mendaftar ke SPIAIN (Sekolah Persiapan IAIN) -setingkat Aliyah-, Ciputat. Sekarang sudah berganti menjadi MAN 3. Ketika mendaftar, saya ditanya mau ikut tes kelas berapa? Saya jawab. “Kelas 2”. Ternyata saya lulus. Sehingga saya tidak merasakan duduk di kelas 1. Mungkin bisa saya katakan bahwa kurikulum pondok Attaqwa saat itu cukup bagus sehingga santrinya bisa lulus walau bukan pada mustawa-nya (tingkatan). Dalam pikiran saya, andaikan saya ikut tes kelas 3, saya yakin akan lulus.

Setelah lulus, saya melanjutkan ke IAIN (kini: UIN). Ada beberapa Fakultas yang saya geluti, karena saya dari SPIAIN bisa mendaftar di beberapa Fakultas sebelum menentukan pilihan yang tepat. Tapi saya juga mengikuti tes negeri (saat itu namanya SKALU). Saya pilih jurusan Sastra Arab UI. Saya lulus juga, dan akhirnya saya pilih Sastra Arab UI di Rawamangun. Di Jurusan tersebut saya juga menempati ranking tertinggi dalam pengumpulan SKS, sehingga saya diberikan beasiswa dari Pemda DKI yang saat itu dipimpin oleh Gubernur Pak Tjokropranolo.

Setelah satu tahun setengah menjalani kuliah, saya mulai gelisah karena untuk menjadi sarjana, menurut saya mudah. Tapi belum tentu berilmu dan berkualitas. Saat itulah saya berkata kepada orang tua bahwa saya ingin melanjutkan kuliah ke Mesir. Permintaan itu didukung oleh orang tua, maka pada bulan januari 1982 saya tiba di Kairo dan mengambil cuti di UI. Tapi saya baru masuk kuliah pada bulan September 1982. Saya masih ingat pengumuman di Universitas Al-Azhar bahwa hasil pengumuman bahwa saya diterima kuliah tertulis dengan tulisan tangan, sedangkan di sebelah atasnya tertulis dengan mesin ketik. Wallahu A’lam apakah karena saya alumni lama (tahun 1979) atau ada pertimbangan hal yang lain. Tapi saya kira di samping itu, yang menjadi pertimbangan barangkali nilai ijazah Aliyah saya cukup tinggi. Kalau tidak begitu, bisa saja saya tidak diterima. Tapi teka-teki tersebut sampai sekarang tidak terjawab. Saya hanya bersyukur saja pada Allah bahwa cita-cita untuk kuliah di Al-Azhar tercapai.

Pada tahun 1982, untuk pertama kalinya saya melaksanakan haji dan bekerja kepada Syaikh di Makkah mengurus jamaah haji. Setelah lulus di Mesir saya melanjutkan ke Islamabad, Pakistan. Disana saya banyak bertemu dengan para alumni Attaqwa yang melanjutkan studinya di IIUI. Dan pertemuan tersebut berlanjut di milis attaqwa-bekasi@yahoogroups.com hingga sekarang. Cuma sangan disayangkan, para ‘pejabat resmi’ saya lihat belum ada yang ada yang jadi member dengan milis yang banyak berbicara untuk kemajuan Attaqwa tersebut.

Saat ini, apa kesibukan Bapak?

Di KBRI Tripoli saya bertugas sebagai staff Politik. Sebelumnya saya pernah bertugas sebagai staf Bidang Urusan Haji (BUH), Konsulat Jenderal RI di Jeddah, dan juga pernah bertugas sebagai APRO (Asst. Public Relation Officer) di Konsulat Agung Negara Brunei Darussalam juga di Jeddah. Kemudian saya kembali ke Jakarta dan mengabdi sebagai tenaga pengajar di Universitas Paramadina, Jakarta. Bahkan saya pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Falsafah dan Agama di Universitas tersebut sebelum akhirnya saya berangkat ke Tripoli. Keberangkatan ke Tripoli ini didahului dengan mengikuti tes di Deplu Jakarta untuk Lokal Staf. Karena faktor usia, saya yang tidak lagi pantas untuk penerimaan diplomat. Tapi saya bersyukur karena mantan santri Attaqwa bisa demikian. Sedikit info, ada pengakuan dari pimpinan bahwa kalau kemampuan sama dengan diplomat, cuma nasib saja barangkali yang berbeda….haaa..haaa. (Pujian itu bukan kepada saya, tapi kepada Attaqwa yang telah melahirkan alumni yang berkemampuan bagus).

Bisa sedikit digambarkan bagaimana tentang kondisi Libya?

Libya, lengkapnya cukup panjang, yaitu Great Socialist People’s Libyan Arab Jamahiriya (GSPLAJ). Bahasa Arabnya, Al-Jamahiriyah al-Arabiyah al-Libiyah al-Sya’biyah al-Isytirakiyah al-Udzma, biasa disingkat dengan al-Jamahiriyah al-Udzma atau al-Jamahiriyah saja. Sistem demokrasinya adalah demokrasi langsung dan kekuasaan rakyat dengan motto, ‘Parlemen yang memutuskan dan Kabinet yang melaksanakan, berdasarkan gagasan pemikiran yang diformulasikan oleh Kol. Muammar Gaddafi, Pemimpin Libya. Kol. Gaddafi tidak menduduki jabatan resmi dalam pemerintahan. Dia hanya the leader (Pemimpin Libya), atau lebih tepatnya the leader of Al-Fateh Revolution. Kekusaan tertinggi ada di tangan rakyat melalui Parlemen yaitu, General People’s Congress (GPC). Keanggotaan parlemen ini dimulai dari Basic General People’s Congress. Semua keputusan penting harus melalui parlemen, sedangkan Kabinet (General Peole’s Cabinet) melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh parlemen. Ketua Kabinet atau Perdana Menteri sekarang adalah Dr. Al-Baghdadi Ali Al-Mahmudi, sedangkan ketua parlemennya adalah Embarek Ammar Al-Samekh. Parlemen menjadi kekuasaan tertinggi sebagai representatif rakyat. Karena itu, kresidensial para duta besar asing disampaikan kepada ketua parlemen, bukan kepada PM atau kepada Kol. Gaddafi. Itu sedikit gambaran ringkas mengenai sistem pemerintahan Libya.

Sedangkan mengenai pembangunan Libya, sebagaimana kita ketahui bahwa Libya baru saja mendapat pencabutan sanksi PBB yang dikenal dengan embargo pada tahun 2003. Libya saat ini sedang giat-giatnya membangun fasilitas infrastruktur di dalam negeri. Dari sisi ekonomi, Libya mempunyai cadangan devisa sangat kuat, bahkan termasuk negara yang tidak terkena imbas krisis ekonomi dunia akhir-akhir ini -dimana negara kaya banyak yang terkena termasuk Uni Emirat Arab, Dubai, dsb-. Libya yang perharinya menghasilkan 1,7 juta barel minyak, rencananya akan ditingkatkan menjadi 3 juta barel perhari pada tahun 2013. Kekayaan alam yang lain adalah gas dan tenaga surya juga angin. Karena itu, banyak perusahaan asing EP (Eksplorasi dan Produksi) yang bergerak di bidang perminyakan, termasuk Pertamina dan PT. Medco Energy dari Indonesia bekerja sama dengan Libya. Sedangkan di bidang infrastruktur, banyak perusahaan asing yang bergerak membangun pembangunan yang digalakkan oleh pemerintah Libya tersebut.

Perusahaan Indonesia juga ada yang mendapat proyek pembangunan infrastruktur, yaitu PT. Citramegah Karya Gemilang (CKG) yang bekerjasama dengan PT. Inti Karya Persada Teknik (IKPT). Di samping itu, ada juga beberapa perusahaan Indonesia yang mendapat kontrak pembangunan infrastruktur yang lain.

Bagaimana gambaran pendidikan tinggi Islam di Libya?

Di Tripoli terdapat sebuah lembaga Pendidikan Islam yang dikelola oleh World Islamic Call Society (WICS) atau Jam’iyyah al-Dakwah al-Islamiyah al-'Alamiyah. Sekjennya bernama Dr. Mohamed Ahmed Sherif. (WICS ini yang membangun Gaddafi Islamic Center di Sentul dan rencananya akan membuka cabang Kulliyah al-Dakwah al-Islamiyah (KDI) disitu). Lembaga ini seperti Al-Azhar di Mesir yang mengelola Universitas Al-Azhar. Lembaga pendidikan yang dikelola oleh WICS bernama KDI. Mahasiswa Indonesia yang belajar di lembaga tersebut saat ini berjumlah ±130 orang. KDI hanya menerima 1000 mahasiswa dari seluruh dunia, dan semuanya diberikan beasiswa (saya lebih menekankan uang zakat, karena lebih greget).

Untuk mendaftar ke KDI, pihak WICS mempercayakan kepada perwakilannya di Indonesia yang juga merupakan alumni KDI. Namanya K.H. Muhyiddin Junaidi (biasa disapa dengan Pak Jun). Beliau juga sebagai pengurus MUI Pusat, Ketua Bidang Kerjasama Hubungan Luar Negeri MUI saat ini. Setiap tahun, mahasiswa yang ingin belajar di KDI mengikuti seleksi yang diselenggarakan di Jakarta, tempatnya di kantor PP Muhammadiyah Menteng. Bagian yang bertugas di bidang pengiriman mahasiswa LN adalah Ust. Zainal Abidin, sahabat saya alumni Universitas Zaituniyah, Tunisia. Bagi santri Attaqwa yang berminat bisa mengikuti tes tersebut di tempat yang saya sebutkan di atas dan bisa minta informasi dari Ust. Zainal Abidin di PP Muhammadiyah. Setiap tahun, Indonesia mendapat quota belasan mahasiswa untuk belajar di KDI.

Adakah pesan dan Kesan untuk Attaqwa tercinta?

Pesan saya, pertama untuk para sesepuh perguruan putra dan putri agar bergabung dengan milis grup Attaqwa-Bekasi, karena milis tersebut berbicara tentang kepedulian mengenai perguruan Attaqwa, terutama kepala Perguruan dan Kepala Sekolah seperti Guru Nurul Anwar, Guru Masilla, dsb.

Kedua, pesan saya kepada para santriwan/wati agar memanfaatkan sebanyak mungkin media untuk melihat dunia. Kalau pada zaman saya di pesantren semua masih serba mustahil, sekarang tidak lagi. Semua informasi mengalir dengan deras, ‘ragma anfih’, kata orang Arab.

Kesan saya, pertama kepada para ‘sesepuh pengelola’ Attaqwa masih mengidap penyakit post power syndrome. Saya masih mendengar ada kecurigaan, misalnya, milis itu sebagai tempat orang-orang yang mengkritik Attaqwa, yang sebenarnya seharusnya malah berterima kasih bahwa para alumni sangat perduli pada perguruan. Seharusnya berfikir positif saja, bahwa semua kritikan tersebut merupakan penilaian yang sangat netral yang bisa dijadikan barometer pengelolaan perguruan selama ini.

Kesan kepada santriwan/wati saya tidak ada karena sudah kelamaan.

Wawancara Eksklusif H. Husnul Amal, MA. - Maroko.


Berikut ini cuplikan wawancara dari H. Husnul Amal, MA, alumni Attaqwa putra tahun 1998.

Bagaimana perjalanan studi anda?

Saya alumni Ponpes Attaqwa Tahun 1998. Namun, saya baru kuliah melanjutkan S1 tahun 1999 di al-Azhar Kairo. Karena pada tahun 1998 saat saya lulus, Indonesia masih dalam masa resesi ekonomi yang membuat perekenomian dan nilai mata uang kita anjlok. Sehingga dalam keadaan yang tidak pasti -di dalam negeri- menyulitkan saya untuk memutuskan apakah melanjutkan studi di luar negeri (Mesir) atau tidak. Akhirnya saya putuskan untukmenunggu. Sembari wait and see, saya mengabdi beberapa bulan di almamater dan kemudian masuk ke UIN Jakarta (saat itu masih IAIN) selama satu tahun. Setelah menempuh program S1 di Meisr, saya melanjutkan studi di Maroko.

Apa status profesi di Maroko?

Saat ini saya sedang menjalani Program Doktoral di Universitas Sultan Moulay Slimane yang berlokasi di salah satu wilayah Maroko yaitu Kota Beni Mellal. Di universitas ini, hanya terdapat 2 orang mahasiswa Indonesia, saya dan 1 lagi teman saya yang sedang menempuh program S2. Sebelumnya saat S2, saya menyelesaikannya di kota Rabat pada Institut Dar al- Hadits al-Hassaniyah li al-Dirasat al-Islamiyah al-'Ulya. Jadi saat ini saya beada di kota baru, universitas baru dan tentunya dengan suasana dan tantangan yang baru dari kondisi sebelumnya.

Mengapa anda memilih Maroko sebagai tempat menuntut ilmu? Kira-kira apa kelebihan dan kekurangannya?

Ada beberapa hal yang membuat saya memilih Maroko sebagai tempat melanjutkan studi, diantaranya:
Pertama, khazanah keilmuan Islamnya yang kaya dan tidak kalah dengan negara arab/timur tengah lainnya. Bagi sebagian masyarakat kita, mendengar nama Maroko memang masih terasa asing dan belum menjadi negara tujuan studi. Saya pikir, ini disebabkan karena minimnya informasi yang sampai kepada kita dan alumninya, Dari Indonesia pun memang belum banyak alumni dan tidak terlalu dikenal. Namun, sejatinya Maroko memiliki andil yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang keilmuan Islam, terutama ulama-ulama yang berasal atau pernah singgah/menetap di wilayah Maghrib al-'Araby yang termasuk kawasan Maroko, hingga Andalusia di Spanyol pada masa kejayaan Islam yang ada di wilayah baratnya. Misalnya, dalam bidang kajian hadits yang saya ikuti, tercatat nama Al-Qadhi 'Iyyadh, pengarang kitab "Masyariq al-Anwar", "Ikmal al-Mu'lim" yang merupakan salah satu syarah kitab Shahih Muslim dan kitab "al-Syifa", sebuah kitab sirah nabawiyah. Beliau wafat dan dimakamkan di Marakech, salah satu kota di Maroko. Di bidang fiqih kita mengenal nama Ibnu al-'Arabi al-Ma'afiry penulis kitab "Ahkam al-Qur'an". Di bidang lainnya, kita kenal nama-nama seperti Ibnu Batutah seorang pengembara muslim, berasal dan wafat di kota Tanger/Tanjah, Maroko yang telah menulis perjalanannya keliling dunia dalam bukunya yang masyhur bernama "Rihlah Ibnu Batutah". Kita kenal juga Ibnu al-Jurrumi al-Shonhaji pengarang kitab nahwu "al-Jurrumiyah", ulama asal kota Fez/Fas, Maroko juga Syaikh al-Jazuli yang dimakamkan di Marakech. Juga pengarang kitab "Dalail al-Khairat" yang tidak asing lagi bagi kalangan pesantren di Indonesia. Sementara ulama-ulama kontemporer dalam bidang hadits kita sebut saja keluarga Al-Ghimari seperti al-Syaikh Abdullah bin al-Shiddiq Al-Ghimari asal kota Tanger/Tanjah, Maroko. Juga keluarga al-Kattani seperti al-Syeikh Abdul Hayyi al-Kattani pengarang kitab "Fihris al-Faharis" dan al-Syeikh Yusuf al-Kattani yang sangat konsen dengan kajian Shahih al-Bukhari. Beliau merupakan ketua Jam'iyyah al-Imam al-Bukhari di Maroko. Sementara untuk universitas, di Maroko terdapat universitas al-Qarawiyyin di kota Fez/Fas yang menurut catatan sejarah telah ada sebelum berdirinya al-Azhar di Mesir dan juga merupakan salah satu pusat studi Islam pada masanya yang telah melahirkan banyak ulama.
Kedua, target dan sistem studi yang terukur dan efisien hingga memungkinkan bisa lebih cepat selesai. Setelah saya selesai S1 dari Fak. Ushuluddin al-Azhar Kairo tahun 2003, saya melanjutkan S2 yang harus berada di tempat yang kondusif dan dapat memacu saya agar lebih cepat selesai. jika memungkinkan masih harus di negara arab, tentunya selain Mesir. Maka saya memilih Maroko karena masa tempuh studi S2 hanya 2 tahun. Pada saat mulai memasuki masa tamhidy (red: masa belajar-mengajar) pada tahun kedua, sudah bisa mengajukan judul dan mengerjakan risalah yang diharapkan dapat diselesaikan bersamaan dengan selesainya tamhidy kedua ini. Namun, jika belum selesai dapat diperpanjang (tamdid) hanya 1 tahun dan dianggap DO (mafshul) bila tidak selesai juga setelah masa perpanjangan ini. Jadi kita akan merasa tertantang dengan kesempatan, target yang diberikan, dan berpacu dengan waktu untuk segera selesai studi. Tahun ini (2009) memang telah ada perubahan kebijakan-kebijakan pendidikan oleh pemerintah yang harus diadaptasi kembali bagi mahasiswa yang belajar di Maroko pada semua tingkatan universitas. Namun perubahan itu tentunya bertujuan baik untuk menciptakan iklim belajar-mengajar yang lebih kondusif. Yang saya ketahui, studi S2 dalam kebijakan barunya saat ini hanya 2 tahun; 3 semester (1,5 tahun) dipadatkan untuk masa tamhidy. Sisa 1 semester (1/2 tahun) khusus untuk menyelesaikan risalah dengan bimbingan intensif dari Musyrif (red: Pembimbing).
Ketiga, pertimbangan saya yang tidak kalah penting memilih Maroko, yaitu saya ingin mencari kesempatan melanjutkan studi dengan biaya minimalis, bahkan kalau bisa yang gratis seperti di al-Azhar. Selain itu, juga bisa mendapat kesempatan untuk memperoleh minhah. Nah, di Maroko tingkat pendidikan baik di sekolah ataupun universitas milik pemerintah semuanya gratis, baik untuk pribumi ataupun orang asing. Jika kita mendaftar melalui prosedur resmi yang sudah disepakati oleh pemerintah Indonesia dan Maroko, begitu kita diterima di salah satu lembaga pendidikan resmi milik pemerintah Maroko maka dengan otomatis kita mendapatkan hak minhah. Dengan minhah ini, diharapkan dapat meringankan biaya kehidupan sehari-hari yang harus ditanggung sendiri selama masa studi nantinya.
Keempat, adanya faktor taufiq dari Allah Swt. atau jika boleh saya sebut faktor "keberuntungan". Dan saya sangat bersyukur pada Allah Swt. untuk hal yang satu ini. Karena yang saya ingat, ada beberapa teman seangkatan yang lulus S1 al-Azhar tahun 2003 mencoba ikut mendaftar melalui murasalah ke Maroko, tapi mereka tidak kunjung mendapat panggilan hingga akhirnya mereka tidak sabar dan pulang ke tanah air.
Kelima, untuk membuka dunia baru bagi hidup saya dan juga bagi alumni Attaqwa di masa yang akan datang, agar tercipta jaringan baru dan lebih luas. Selama ini, tradisi alumni kita setelah lulus nyantri untuk melanjutkan studi, sering ikut-ikutan atau takut-takutan. Meski saya tidak bermaksud menafikan pertimbangan atau tidak menghormati pilihan masing-masing pribadi. Kita seringkali mengikuti kemana arah angin berhembus. Biasanya kalau ke luar negeri lebih sering anginnya ke Mesir, Malaysia atau Pakistan. Atau barangkali juga kita memang seringkali takut-takutan untuk mencoba sesuatu yang baru dan tinggal di tempat yang asing bagi kita. Saya menjadi orang Ujungmalang atau Bekasi pertama yang "nyaba" negeri Maroko sebagai mahasiswa. Semoga saja bukan menjadi yang terakhir. Namun saya berharap akan muncul generasi Attaqwa kemudian yang mau dan mampu mengambil juga hikmah dan mutiara ilmu di Maroko ini.
Dari penjabaran di atas, tentunya itu bisa dinilai sebagai hal positif mengapa saya memilih Maroko. Sedangkan untuk hal yang negatif, saya tidak ingin menilai hal-hal yang tersebut merupakan sisi negatife belajar di Maroko, namun itu semua merupakan tantangan yang harus ditempuh dengan sungguh-sungguh.
Pertama, mengenai jumlah mahasiswa yang minim dan posisi mereka yang tersebar di berbagai kota di Maroko, baik yang berjauhan ataupun yang berdekatan. Belum lagi segala hal yang berbau keindonesiaan -seperti makanan, rumah makan atau kegiatan-kegiatan mahasiswa Indonesia- hal-hal ini menjadi sesuatu yang mahal dan istimewa bagi mahasiswa Indonesia di Maroko.
Kedua, soal biaya hidup yang bagi saya yang telah berbekal pengalaman membandingkan dengan kehidupan di Mesir, ternyata biaya di Maroko lebih mahal. Menurut pengalaman dan perhitungan saya, untuk dapat hidup "cukup pas" di Maroko butuh $150-$200/bulan. Semua itu untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti sewa rumah, bayar air dan listrik, biaya makan dan belanja, transportasi, membeli buku wajib/muqarrar serta membeli buku-buku tambahan. Sementara di Mesir, kita bisa hidup hanya dengan biaya $50-$100. Itupun sudah bisa mencukupi kebutuhan hidup kita sebagai mahasiswa saat itu. Namun, beban biaya hidup di maroko ini alhamdulillah bisa sedikit terkurangi dengan adanya minhah bagi mahasiswa sebesar $80/bulan. Atas dasar pertimbangan poin inilah, sebagai informasi, seringkali kami menghimbau kepada rekan-rekan yang akan mendaftar di Maroko agar tidak terjun bebas, tidak datang sebelum mendapat panggilan dan agar mendaftar pada prosedur dan jalur yang sudah ditentukan aturannya, agar tidak menjadi beban hidup kita di Maroko nantinya terlebih lagi bagi orang tua.
Ketiga, berbeda dengan al-Azhar yang menganut sistem perkuliahan tidak ketat absensi kehadirannya, tidak ada muqarrar khusus pada tiap maddah (terkadang ada juga dosen yang memberikan/menulis buku untuk muqarrar), tidak terdapat sistem muraqabah mustamirrah (ujian-ujian tambahan sebelum ujian tiap semester, khusus untuk S1), dan tidak adanya kewajiban membuat makalah. Kuliah di Maroko, kita harus rajin kuliah, berusaha mencari sendiri sumber-sumber materi dalam satu maddah dengan pedoman syllabus mata kuliah, membuat makalah untuk tiap maddah serta mempresentasikannya, dan tidak cukup menjawab ujian dengan jawaban yang sesuai dengan soal yang ditanyakan.Tetapi, kita diharuskan menjawab soal dengan komprehensif dan dengan metode menjawab yang berbeda dengan al-Azhar. Metode menjawab soal ujian di Maroko seperti metode pembuatan makalah, ada muqadimah, sub-sub bahasan dari soal yg ditanyakan, inti dari jawaban soal, hingga kepada kesimpulan dan penutup yang semuanya harus tesusun rapih. Karena itu, biasanya soal ujian di Maroko lebih sedikit, hanya 1 atau 2 soal. Semua pertanyaannya berbentuk essai dan harus sesuai dengan metode jawaban yang berlaku. Alhamdulillah, semua ujian akhirnya dapat saya lalui dengan lancar.
Keempat, terkait dengan maddah kuliah. Mata kuliah bahasa asing yang diwajibkan adalah bahasa Perancis. Di Maroko ini pengaruh Perancis sebagai bekas penjajahnya sangatlah kuat. Bahasa Perancis adalah bahasa resmi komunikasi pemerintahan dengan masyarakat Maroko (selain bahasa arab). Hal ini terkadang juga dapat menjadi kendala tersendiri bagi penduduk Indonesia yang lebih familiar dengan bahasa Inggris. Untungnya bagi saya, di tempat saya kuliah saat S2, bahasa asing selain arab yang wajib dipelajari ada 2, satu bahasa pilihan utama yang nantinya akan masuk materi ujian, satu lagi adalah bahasa tambahan untuk dipelajari saja dan tidak diujikan. Pilihannya adalah antara bahasa Inggris dan bahasa Perancis. Saya tentu saja mengambil jurusan dan pilihan yang aman untuk kelancaran studi. Maka saya pilih bahasa Inggris sebagai bahasa utama dan bahasa Perancis sebagai bahasa tambahan dalam materi kuliah selama S2.

Apa saja yang harus dipersiapkan untuk melanjutkan studi di Maroko?

Persiapan yang utama, tentunya niat yang ikhlas dan kuat untuk belajar.dengan gambaran tantangan yangtelah diceritakan sebelumnya, meski bukan untuk menakut-nakuti teman-teman yang akan melanjutkan studi di Maroko. Tentu kita dapat mengambil pelajaran bahwa belajar di Maroko bukanlah menjadi suatu hal yang mudah. Namun, belum tentu juga menjadi sulit, karena lingkungannya, baik para dosen dan teman-teman di kampus mereka sangat baik dan terbuka untuk memberikan bantuan kepada kita. Karena itu, yang paling utama diperlukan adalah niat ikhlas dan keinginan kuat untuk belajar. Persiapan yang tidak kalah pentingnya juga adalah mental dan kesiapan untuk berada jauh dari komunitas penduduk Indonesia saat hidup di Maroko, serta mental untuk mau dan siap mempelajari hal-hal baru serta siap mengalahkan segala tantangan kondisi yang akan dijalani. Karena realitanya, untuk bisa terdaftar kuliah di Maroko agak sulit ketika hendak menentukan kampus serta jurusan yang diinginkan. Jadi, diharapkan jika ingin ke Maroko, haruslah siap mental dengan jurusan apapun yang dicapai nantinya (kecuali S1, biasanya sesuai dengan jurusan Dirasat Islamiyah untuk studi ilmu keislamanseperti apa yang diharapkan), dan kita juga harus siap ditempatkan di universitas manapun milik pemerintah Maroko dan di kota mana pun lokasinya. Meski pada prinsipnya kita bisa mengajukan permohonan berada di kampus yang kita inginkan saat mengirim berkas pendaftaran. Namun keputusan tetap pada pihak Maroko dan institusi Maroko yang memfasilitasi pendaftaran kita. Hal ini lebih dikenal dengan sebutan AMCI.
Quota pelajar serta beasiswa untuk Indonesia yang diberikan oleh pemerintah Maroko pun hanyalah sebanyak 15 orang pertahun untuk semua tingkatan studi. Jadi, sangat disayangkan jika quota ini dengan sengaja dimain-mainkan dan disia-siakan.
Bagi rekan yang ingin mengambil jurusan umum, disini pun bisa memanfaatkan jatah 15 kursi beasiswa tersebut, karena memang pemerintah Maroko tidak mengkhususkan beasiswa itu untuk para mahasiswa pelajar ilmu-ilmu agama saja. Namun, jika mengambil kuliah jurusan umum, syaratnya harus mempunyai latar belakang dan siap dengan kemampuan bahasa Perancisnya. Karena untuk kuliah semacam ilmu hukum, ekonomi-bisnis dan sebagainya, biasanya lebih banyak menggunakan bahasa Perancis dalam proses belajar-mengajar.
Adapun persiapan procedural seperti biasanya adalah:
a. Fotokopi ijazah terakhir dan transkrip nilai yang telah dilegalisasi (minimal 2 lembar). Ijazah dan transkrip nilai yang tidak berbahasa arab harus diterjemahkan secara resmi,
b. Fotokopi paspor (minimal 2 lembar),
c. Pas foto berwarna (10-15 lembar),
d. Biodata atau curriculum vitae,
e. Surat permohonan pendaftaran,
f. Mengisi formulir serta form pilihan jurusan yang diinginkan (biasanya disediakan oleh Depag)
g. Lulus tes di Depag. Khusus untuk poin ini, berlaku sejak 3 tahun lalu, disebabkan pendaftaran yang kurang terkoordinasi antara Depag, kedutaan Maroko di Jakarta, KBRI di Maroko dan AMCI. Karena itu, diputuskanlah kebijakan pendaftaran hanya 1 jalur, yaitu wajib melalui tes Depag bagi mahasiswa yang akan melanjutkan studi ke Maroko. Padahal pada masa sebelumnya, dibenarkan proses terjun langsung yang difasilitasi KBRI Maroko untuk pendaftarannya. Namun untuk saat ini, jika tidak melewati pintu tes Depag, maka pendaftarannya tidak dapat diurus, sebagaimana kebijakan ini diberlakukan dan telah dilaksanakan untuk para calon mahasiswa yang akan ke Mesir dan beberapa Negara timur tengah lainnya.

Berapa banyak prosentasi pelajar dan mahasiswa Indonesia di Maroko dan apa saja kegiatannya?

Saat ini jumlah mahasiswa dan pelajar Indonesia di Maroko kurang lebih ada sekitar 40 orang (jumlah pastinya ana tidak hapal) yang tersebar di berbagai kota di Maroko seperti yang sudah ana jelaskan, baik mereka yang S1, S2 ataupun S3. Adapun kegiatan mahasiswa pada umumnya sama dengan rekan mahasiswa di Mesir atau negara lain. Dengan jumlah yang sedikit, kami semua terhimpun dan beraktifitas hanya dalam 1 wadah pelajar/mahasiswa, yaitu PPI Maroko (Persatuan Pelajar Indonesia Maroko). Tidak ada organisasi mahasiswa lain selain PPI. Kami berdiskusi, menyelenggarakan seminar/lokakarya/bedah buku/workshop/penerbitan buku atau sejenisnya, mengadakan event olahraga baik untuk komunitas intern atau pun dengan extern dalam hal ini adalah pelajar se-Asia tenggara bersama dengan mahasiswa Thailand dan Malaysia, baik dalam skala kecil atau pun besar. Kami mempunyai event olahraga dwi tahunan bernama "Seas Games", dan secara bergantian dengan mahasiswa Thailand dan Malaysia menjadi tuan rumah penyelenggaraannya. Mengadakan event kekeluargaan dalam peringatan hari- hari besar Islam, atau pun ikut berpartisipasi menghadiri acara dan event nasional kenegaraan atau yang bersifat insidentil yang seringkali diadakan oleh KBRI Maroko dan masyarakat Indonesia di sini. Alhamdulillah kerjasama dan keakraban PPI, KBRI dan masyarakat Indonesia di Maroko dapat di nilai sangat baik hingga saat ini. Untuk dapat menjalankan dan mengisi kegiatan-kegiatan tersebut tentunya kami menyiasatinya dengan segala tantangan keterbatasan yang kami hadapi, baik dari sisi jumlah mahasiswa yang cukup sedikit atau pun lokasi kami tinggal yang terpisah berjauhan antar kota serta dana yang diperlukan. Karenanya, untuk agenda dan event besar biasanya dilaksanakan pada saat hampir semua mahasiswa kumpul di kota Rabat di mana terdapat sekretariat PPI dan lokasinya tidak berapa jauh dengan KBRI. Kami memanfaatkan waktu-waktu seperti pada masa libur panjang musim panas, pada saat kawan-kawan berkumpul untuk dan sepulang dari haji/temus, dan saat libur hari raya idul fitri atau idul adha, di mana pada kesempatan-kesempatan ini kami maksimalkan waktu penggunaannya agar kawan-kawan PPI semua dapat mengikuti agenda dan kegiatan yang telah dicanangkan oleh PPI. Adapun waktu-waktu selain itu, maka biasanya diisi dengan menyiasati pelaksanaan dalam skup lokal masing-masing kota tempat kami tinggal dan dalam skala yang lebih kecil tentunya, terutama di kota yg terdapat lebih dari 3 orang mahasiswa Indonesia yang menetap di situ. Selebihnya, maka kami menyibukkan diri dengan kegiatan perkuliahan dan kampus masing-masing.

Adakah pesan dan kesan untuk Attaqwa tercinta?

Teruntuk almamater Attaqwa tercinta, tentunya selalu kita harapkan Attaqwa dapat semakin maju. Karena zaman juga sudah semakin maju yang menuntut kita untuk berakselerasi lebih cepat, lebih terukur dengan standar-standar yang berlaku pada masa sekarang serta dengan profesionalisme yang dapat dipertanggungjawabkan. Sejatinya Attaqwa tidak akan pernah kekurangan potensi untuk untuk lebih mengembangkan diri dan lebih memajukan Attaqwa jauh ke depan. Namun, tugas dalam mewujudkan harapan ini tentunya tidak hanya menjadi tanggung jawab para penerus yang secara formal mengurus kelanjutan Attaqwa, tapi juga menjadi tanggung jawab kita sebagai alumni, juga masyarakat Attaqwa dan sekitarnya. Kita tidak lagi berada pada zaman dimana kita bisa mengandalkan sebuah kharisma dan kerja individual untuk mencapai tujuan. Tapi saat ini, kita harus mampu bekerja secara komunal dan profesional untuk mencapai kemajuan. Semoga saja kita menjadi alumni yang selalu siap untuk memberikan kontribusi kepada Attaqwa kapanpun dan dimanapun berada. Saat ini, bagi kita yang belum mendapat kesempatan berkontribusi secara langsung, jangan lupa untuk selalu mendoakan Attaqwa. Ibarat jika kita cinta pada nabi Muhammad saw. cinta itu tidak akan pernah terbukti jika hanya bershalawat, itupun hal yang malas kita lakukan, bahkan tidak pernah. Maka demikian juga jika kita mengaku mencintai Attaqwa, maka sisipkanlah selalu doa untuknya di setiap shalat kita. Selain doa, pesan untuk diri saya pribadi dan juga untuk para alumni Attaqwa lainnya, agar senantiasa menjaga nama baik almamater dimanapun berada. Karena hal itu merupakan salah satu bukti cinta kita pada Attaqwa. Untuk adik-adik yang akan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, khususnya buat adik-adik yang akan lulus di Attaqwa atau pun rekan KREASI dan IKPMA Mesir, jangan pernah takut untuk belajar di tempat baru, negara baru yang lebih jauh. Karena saya yakin, sebagaimana dalam sebuah riwayat hadits Rasulullah Saw. mengungkapkan bahwa Allah Swt. akan memudahkan jalan menuju surga bagi setiap penuntut ilmu. Maka insya Allah jalan kita di dunia ini dalam menuntut ilmu pun akan senantiasa diberi jaminan kemudahan oleh Allah Swt. Amiin.
sebagai penutup, saya mohon didoakan agar dapat selalu menuntut ilmu dengan ikhlas dan istiqamah serta dapat menyelesaikan studi yang sedang saya jalani sekarang ini dengan baik serta mendapat ilmu yang bermanfaat. Begitu juga untuk para dewan guru yang telah ikhlas memberikan ilmunya di Attaqwa, untuk kakak, sahabat, adik, para alumni Attaqwa semua, agar kita dapat saling mendoakan untuk kebaikan kita semua di dunia dan akhirat. Salam Attaqwa!!

Vaksin Meningitis; Antara Halal dan Haram


Vaksin Meningitis; Antara Halal dan Haram
Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima dan sangat krusial bagi kaum muslimin tentunya bagi yang sudah masuk dalam kategori istitho'ah. Namun, pada beberapa tahun ini semenjak pihak Arab Saudi sebagai khadimul haramain menetapkan bahwa bagi seluruh calon jama'ah haji diwajibkan vaksin meningitis atau dalam istilah arabnya iltihab as-sahaya (radang otak), banyak jama'ah calon haji yang merasa resah karena tersebar kabar bahwa vaksin tersebut mengandung enzim babi (porcine).
Dalam hal ini penulis mencoba untuk mengidentifikasi dan memberikan sedikit pengenalan tentang Vaksin Meningitis sampai tinjauan hukum Islam dalam menangani masalah tersebut.
Apakah Vaksin Meningitis itu?
Vaksin (dari kata vaccinia, penyebab infeksi cacar sapi yang ketika diberikan kepada manusia, akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap cacar), adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau "liar".
Meningitis adalah radang membran pelindung sistem syaraf pusat. Penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan tertentu. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian.
Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak. Daerah "sabuk meningitis" di Afrika terbentang dari Senegal di barat ke Ethiopia di timur. Daerah ini ditinggali kurang lebih 300 juta manusia. Pada 1996 terjadi wabah meningitis di mana 250.000 orang menderita penyakit ini dengan 25.000 korban jiwa.
Bakteri ini ditularkan dari orang ke orang melalui tetesan sekresi pernafasan atau tenggorokan. Tutup dan lama kontak (misalnya berciuman, bersin dan batuk pada seseorang, yang tinggal di dekat tempat tinggal atau asrama (militer yang direkrut, mahasiswa), berbagi alat makan atau minum, dll) memfasilitasi penyebaran penyakit. Inkubasi rata-rata adalah 4 hari, berkisar antara 2 dan 10 hari.
Gejala yang paling umum adalah leher kaku, demam tinggi, kepekaan terhadap cahaya, kebingungan, sakit kepala dan muntah-muntah. Bahkan ketika penyakit ini didiagnosis dini dan terapi yang memadai dilembagakan, 5% sampai 10% dari pasien mati, biasanya dalam waktu 24-48 jam setelah timbulnya gejala. Bakteri meningitis dapat menyebabkan kerusakan otak, gangguan pendengaran, atau ketidakmampuan belajar pada 10 sampai 20% dari korban. Yang kurang umum tapi lebih parah (sering fatal) bentuk penyakit meningokokus adalah septikemia meningokokus yang ditandai oleh ruam berdarah dan cepat peredaran darah.
Benarkah vaksin meningitis mengandung enzim babi (porcine)?
Berita bahwa vaksin meningitis dicurigai mengandung enzim babi bermula dari sebuah laporan penelitian yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengkajian dan Pengawasan Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia (LP POM MUI) Sumatera Selatan bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Hasil temuan tersebut kemudian diumumkan kepada publik pada 24 April 2009 oleh Ketua MUI Sumsel KH Sodikun.
Glaxo Smith kline (GSK) sebagai produsen vaksin meningitis yang digunakan oleh Departemen Kesehatan RI, membantah bahwa produknya mengandung unsur babi. GSK menerangkan, bahwa memang pada awalnya mereka menggunakan enzim babi sebagai katalisator dalam proses pembuatan vaksin meningitis (”Old” Mencevax TM ACW 135 Y). Namun hal ini tidak dilakukan lagi pada proses pembuatan vaksin meningitis yang baru (NEW” Mencevax TM ACW 135 Y) yang digunakan sejak akhir tahun 2008.
Klaim GSK ini ternyata hanya isapan jempol belaka. Dalam presentasi GSK di hadapan sejumlah lembaga terkait, terungkap bahwa pembuatan vaksin meningitis ternyata masih menggunakan enzim babi.
“Meski pada hasil akhirnya vaksin meningits itu tak lagi mengandung enzim babi, namun dalam prosesnya masih menggunakan enzim babi,” ungkap Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Umar Shihab, kepada Republika , Jumat (22/5). Menurut Kiai Umar, kepastian penggunaan enzim babi itu terungkap saat perusahaan GSK, mempresentasikan proses pembuatan produknya di Gedung Depkes pada Rabu (20/5).
KH. Ma`ruf Amin yang juga Ketua MUI memberikan pernyataan senada, beliau mengatakan: “Walaupun dalam rapat tersebut perusahaan pembuat vaksin telah membantah produknya mengandung unsur babi, tetapi dalam proses pembuatannya mulai dari bahan baku hingga menjadi vaksin ternyata bersentuhan dengan porcine sebanyak tiga kali”.
Kemungkinan Pembuatan Vaksin Bebas Porcine
Adalah Abdulah Mu’nim dan Herman Suryadi, keduanya adalah ahli farmasi dari Univesitas Indonesia (UI), yang melontarkan kemungkinan vaksin meningitis bisa menggunakan enzim yang halal, misalnya dari hewan yang halal atau dari mikroba sendiri.
Sementara di Malaysia, pemerintah negeri itu menjamin penuh vaksin meningitis yang disuntikkan untuk calon jamaah umrah dan haji tak mengandung babi dan tak berkaitan dengan babi. Jaminan itu dikemukakan Wakil Menteri Kesehatan Malaysia, Datuk Rosnah Abdul Rashid Shirlin yang dikutip harian Utusan Malaysia edisi Rabu, (10/6). Menurut Rosnah, vaksin yang dihebohkan di Indonesia tidak terjadi di Malaysia. Vaksin meningitis yang diberikan kepada jamaah haji dan umrah yang dilakukan di Malaysia, katanya, telah diuji dan melalui proses penelitian lebih dulu dan ternyata tidak menimbulkan masalah hingga kini.
Kantor Berita Malaysia, Bernama, edisi Selasa (5/5) lalu memberitakan bahwa Negeri jiran itu telah berhasil membuat vaksin meningitis halal dari enzim sapi. Proses penyembelihan sapi sebagai bahan vaksin juga dilakukan dengan islami.Vaksin baru tersebut akan selalu dan mengharuskan mengikuti prosedur, antara lain, penelitian dan percobaan. Vaksin tersebut baru bisa dipasarkan setelah melewati berbagai prosedur, seperti prosedur jaminan keamanan vaksin, sertifikasi vaksin, registrasi, dan persyaratan umum lainnya. Vaksin tersebut merupakan hasil kerja sama antara Universiti Sains Malaysia (USM) dan Institut Finlay dari Kuba, untuk mengembangkan vaksin meningitis halal, yang telah dimulai sejak dua tahun lalu. Vaksin tersebut memiliki potensi besar untuk menjadi andalan produksi bioteknologi kedua negara.
Vaksin Meningitis dalam tinjauan hukum Islam
Majelis Ulama Indonesia (MUI) berkesimpulan bahwa vaksin meningitis produksi Belgia yang digunakan jamaah Indonesia dan puluhan negara lainnya adalah haram.
Berikut ini adalah kutipan pernyataan KH. Ma`ruf Amin, Ketua MUI, pada wartawan Republika usai rapat MUI yang membahas vaksin di Kantor MUI, Jakarta, Kamis (16/7).
“Keputusannya, bahwa vaksin Meningitis produksi Belgia itu yang digunakan oleh Depkes untuk jamaah haji kita, adalah haram karena mengandung enzim babi… Namun, karena untuk calon jamaah haji intinya wajib harus divaksin karena ketentuan dari pemerintah Arab saudi, maka kita perbolehkan dengan hukum darurat bagi yang berhaji wajib atau pertamakali haji… Namun hukum darurat ini tidak berlaku bagi yang berhaji yang kedua dan seterusnya,”.
Dikatakan KH. Ma’ruf bahwa Fatwa MUI ini sifatnya sementara sampai ditemukan vaksin yang halal. “Atau sampai kebijakan pemerintah Arab saudi yang mengharuskan vaksin meningitis ini dicabut,” tutur Kiai Ma’ruf. “Kami juga merekomendasikan paling lambat tahun 2010, pemerintah sudah harus memperoleh vaksin yang halal atau memproduksi sendiri vaksin yang halal,” tegas Kiai Ma’ruf.
A.B. Tamam Elvasrowany (Koordinator Dept. Pendidikan & Dakwah DPW. PPI Hadhramout) mengutarakan pernyataan diatas dengan jawaban sebagai berikut: Pada dasarnya saya setuju dengan keputusan MUI tersebut, hanya saja saya kurang sependapat dengan KH. Ma`ruf Amin yang memperbolehkan vaksinasi bagi yang berhaji wajib atau pertamakali haji dengan alasan dhorurot. Menurut hemat saya, dalam masalah ini sama sekali tidak ada dhorurot sehingga dapat diberlakukan kaidah fiqh “Al-Dhorurot Tubih al-Mahdzurot” (keadaan darurat dapat memperkenankan sesuatu yang dilarang). Karena –sebagaimana sudah maklum- ibadah haji adalah ibadah yang bersifat wajib `ala tarokhy, artinya boleh ditunda pelaksanaannya walaupun bagi orang yang sudah mampu.
Dan seandainyapun yang dimaksud dengan dhorurot disini adalah pengertian yang lumrah kita baca di kitab-kitab fiqh, yaitu ancaman gangguan kesehatan yang dapat membahayakan keselamatan jiwa atau lainnya sehingga dapat memperbolehkan bertayammum (mubih al-tayammum). Keputusan hukum di atas tetaplah tidak akan berubah dengan dua alasan:
Pertama : sebagaimana dijelaskan sebelumnya, vaksinasi dimaksudkan sebagai tindakan prefentif agar jamaah haji terhindar dari kemungkinan tertular dan menularkan meningitis terhadap orang lain ketika berada di Arab Saudi. Sementara untuk kondisi Indonesia, kemungkinan ini hampir tidak ada. Ini berarti hukum dhorurot tidak berlaku bagi para jamaah yang masih berada di Indonesia, walaupun dia tergolong calon jamaah haji wajib. Karena –sebagaimana dipaparkan sebelumnya- kewajiban haji bersifat `ala tarokhy.
Kedua : vaksinasi meningitis dapat dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang halal. Misalnya dengan menggunakan vaksin bebas porcine sebagaimana yang –katanya- digunakan di Malaysia, atau dengan cara-cara alami sbb:
Laksanakan hijamah/bekam 1bulan 1 x (3 bulan berturut-turut sebelum naik haji)
Sangat perlu makan yang segar-segar
Pagi : Wortel 1 gelas, bayam ½ gelas
Siang : Wortel 1 gelas, bit 1/3 gelas, Timun 1/3 gelas
Sore : Wortel 1 gelas, seledri ½ gelas, Bayam 1/3 gelas
Malam : Wortel 1 gelas
Tambahan : Habatusauda, madu, sari kurma
Makanan minuman: Back to nature, tidak msg, vetsin, instan.
Alasan kedua ini semakin melemahkan argumen MUI. Karena diantara syarat diperbolehkannya menggunakan benda najis atau haram sebagai obat adalah apabila pengguanaan benda tersebut merupakan alternatif terakhir.
Adapun apabila cara-cara halal ini tidak mendapatkan pengakuan dari Depkes RI. Maka ini adalah masalah lain yang tidak dapat merubah keadaan normal menjadi darurat atau yang haram menjadi halal.
Walhasil, hukum vaksinasi meningitis menggunakan Mencevax TM ACW 135 Y buatan GSK Belgia adalah haram. Tidak ada alasan mendasar untuk memperbolehkannya dengan alasan darurat, karena memang kriteria darurat belum terpenuhi.
Kriteria darurat sebagaimana yang disampaikan oleh KH. Ma`ruf Amin mungkin dapat berlaku bagi orang yang berkewajiban menunaikan ibadah haji sesegera mungkin (man wajaba `alaihi al-hajj fauron), disebabkan oleh nadzar atau yang lain. Namun demikian, ini masih memerlukan kajian lebih mendalam apakah memang benar dia itu sudah dianggap dalam keadaan darurat (mudhthor) atau justeru ibadah haji menjadi tidak wajib baginya karena dianggap belum mampu (istitho`ah).
Mencoba untuk menjawab pernyataan diatas, penulis menjelaskan kembali dengan kaidah الضرورات تبيح المحظورات بشرط عدم نقصانها عنها keadaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang dengan syarat hal-hal yang dilarang tadi tidak kurang dari keadaan darurat. Maksudnya adanya keadaan darurat membolehkan melakukan hal-hal yang dilarang atau diharamkan dengan syarat keadaan melakukan perbuatan yang dilarang lebih ringan dari adanya keadaan darurat. Maka boleh. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-An'am ayat 119 وقد فصّل لكم ما حرّم عليكم إلاّ ما اضطررتم إليه (Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya kepadamu, kecuali jika kamu dalam keadaan terpaksa). Ayat tersebut memberikan pengertian bahwa kita dilarang untuk memakan makanan atau sesuatu yang diharamkan yang telah jelas Allah haramkan kepada kita pada selain keadaan darurat, tapi menjadi halal apabila dalam keadaan darurat sampai hilang ke daruratannya.
Mengingat sudah datangnya musim haji 1430 H. dan sampai sekarang belum ada kabar Depkes RI telah mendapatkan vaksin meningitis halal. Pemerintah Arab Saudi juga belum mencabut peraturannya mengenai vaksinasi. Maka perlu dikaji secara mendalam kemungkinan vaksin tersebut dapat dihukumi suci dan halal dengan berbagai pendekatan fiqh. Selain pendekatan darurat tentunya.

Referensi:
Irsyâdul Hâir fî al-Asybâh wa an-Nazhâir (Dr. Ahmad Muhammad Ahmad abu Thoha) WHO Media Centre http://id.wikipedia.org http://jurnalhaji.com http://forsansalaf.com