Monday, February 15, 2010

Vaksin Meningitis; Antara Halal dan Haram


Vaksin Meningitis; Antara Halal dan Haram
Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima dan sangat krusial bagi kaum muslimin tentunya bagi yang sudah masuk dalam kategori istitho'ah. Namun, pada beberapa tahun ini semenjak pihak Arab Saudi sebagai khadimul haramain menetapkan bahwa bagi seluruh calon jama'ah haji diwajibkan vaksin meningitis atau dalam istilah arabnya iltihab as-sahaya (radang otak), banyak jama'ah calon haji yang merasa resah karena tersebar kabar bahwa vaksin tersebut mengandung enzim babi (porcine).
Dalam hal ini penulis mencoba untuk mengidentifikasi dan memberikan sedikit pengenalan tentang Vaksin Meningitis sampai tinjauan hukum Islam dalam menangani masalah tersebut.
Apakah Vaksin Meningitis itu?
Vaksin (dari kata vaccinia, penyebab infeksi cacar sapi yang ketika diberikan kepada manusia, akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap cacar), adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau "liar".
Meningitis adalah radang membran pelindung sistem syaraf pusat. Penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan tertentu. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian.
Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak. Daerah "sabuk meningitis" di Afrika terbentang dari Senegal di barat ke Ethiopia di timur. Daerah ini ditinggali kurang lebih 300 juta manusia. Pada 1996 terjadi wabah meningitis di mana 250.000 orang menderita penyakit ini dengan 25.000 korban jiwa.
Bakteri ini ditularkan dari orang ke orang melalui tetesan sekresi pernafasan atau tenggorokan. Tutup dan lama kontak (misalnya berciuman, bersin dan batuk pada seseorang, yang tinggal di dekat tempat tinggal atau asrama (militer yang direkrut, mahasiswa), berbagi alat makan atau minum, dll) memfasilitasi penyebaran penyakit. Inkubasi rata-rata adalah 4 hari, berkisar antara 2 dan 10 hari.
Gejala yang paling umum adalah leher kaku, demam tinggi, kepekaan terhadap cahaya, kebingungan, sakit kepala dan muntah-muntah. Bahkan ketika penyakit ini didiagnosis dini dan terapi yang memadai dilembagakan, 5% sampai 10% dari pasien mati, biasanya dalam waktu 24-48 jam setelah timbulnya gejala. Bakteri meningitis dapat menyebabkan kerusakan otak, gangguan pendengaran, atau ketidakmampuan belajar pada 10 sampai 20% dari korban. Yang kurang umum tapi lebih parah (sering fatal) bentuk penyakit meningokokus adalah septikemia meningokokus yang ditandai oleh ruam berdarah dan cepat peredaran darah.
Benarkah vaksin meningitis mengandung enzim babi (porcine)?
Berita bahwa vaksin meningitis dicurigai mengandung enzim babi bermula dari sebuah laporan penelitian yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengkajian dan Pengawasan Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia (LP POM MUI) Sumatera Selatan bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Hasil temuan tersebut kemudian diumumkan kepada publik pada 24 April 2009 oleh Ketua MUI Sumsel KH Sodikun.
Glaxo Smith kline (GSK) sebagai produsen vaksin meningitis yang digunakan oleh Departemen Kesehatan RI, membantah bahwa produknya mengandung unsur babi. GSK menerangkan, bahwa memang pada awalnya mereka menggunakan enzim babi sebagai katalisator dalam proses pembuatan vaksin meningitis (”Old” Mencevax TM ACW 135 Y). Namun hal ini tidak dilakukan lagi pada proses pembuatan vaksin meningitis yang baru (NEW” Mencevax TM ACW 135 Y) yang digunakan sejak akhir tahun 2008.
Klaim GSK ini ternyata hanya isapan jempol belaka. Dalam presentasi GSK di hadapan sejumlah lembaga terkait, terungkap bahwa pembuatan vaksin meningitis ternyata masih menggunakan enzim babi.
“Meski pada hasil akhirnya vaksin meningits itu tak lagi mengandung enzim babi, namun dalam prosesnya masih menggunakan enzim babi,” ungkap Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Umar Shihab, kepada Republika , Jumat (22/5). Menurut Kiai Umar, kepastian penggunaan enzim babi itu terungkap saat perusahaan GSK, mempresentasikan proses pembuatan produknya di Gedung Depkes pada Rabu (20/5).
KH. Ma`ruf Amin yang juga Ketua MUI memberikan pernyataan senada, beliau mengatakan: “Walaupun dalam rapat tersebut perusahaan pembuat vaksin telah membantah produknya mengandung unsur babi, tetapi dalam proses pembuatannya mulai dari bahan baku hingga menjadi vaksin ternyata bersentuhan dengan porcine sebanyak tiga kali”.
Kemungkinan Pembuatan Vaksin Bebas Porcine
Adalah Abdulah Mu’nim dan Herman Suryadi, keduanya adalah ahli farmasi dari Univesitas Indonesia (UI), yang melontarkan kemungkinan vaksin meningitis bisa menggunakan enzim yang halal, misalnya dari hewan yang halal atau dari mikroba sendiri.
Sementara di Malaysia, pemerintah negeri itu menjamin penuh vaksin meningitis yang disuntikkan untuk calon jamaah umrah dan haji tak mengandung babi dan tak berkaitan dengan babi. Jaminan itu dikemukakan Wakil Menteri Kesehatan Malaysia, Datuk Rosnah Abdul Rashid Shirlin yang dikutip harian Utusan Malaysia edisi Rabu, (10/6). Menurut Rosnah, vaksin yang dihebohkan di Indonesia tidak terjadi di Malaysia. Vaksin meningitis yang diberikan kepada jamaah haji dan umrah yang dilakukan di Malaysia, katanya, telah diuji dan melalui proses penelitian lebih dulu dan ternyata tidak menimbulkan masalah hingga kini.
Kantor Berita Malaysia, Bernama, edisi Selasa (5/5) lalu memberitakan bahwa Negeri jiran itu telah berhasil membuat vaksin meningitis halal dari enzim sapi. Proses penyembelihan sapi sebagai bahan vaksin juga dilakukan dengan islami.Vaksin baru tersebut akan selalu dan mengharuskan mengikuti prosedur, antara lain, penelitian dan percobaan. Vaksin tersebut baru bisa dipasarkan setelah melewati berbagai prosedur, seperti prosedur jaminan keamanan vaksin, sertifikasi vaksin, registrasi, dan persyaratan umum lainnya. Vaksin tersebut merupakan hasil kerja sama antara Universiti Sains Malaysia (USM) dan Institut Finlay dari Kuba, untuk mengembangkan vaksin meningitis halal, yang telah dimulai sejak dua tahun lalu. Vaksin tersebut memiliki potensi besar untuk menjadi andalan produksi bioteknologi kedua negara.
Vaksin Meningitis dalam tinjauan hukum Islam
Majelis Ulama Indonesia (MUI) berkesimpulan bahwa vaksin meningitis produksi Belgia yang digunakan jamaah Indonesia dan puluhan negara lainnya adalah haram.
Berikut ini adalah kutipan pernyataan KH. Ma`ruf Amin, Ketua MUI, pada wartawan Republika usai rapat MUI yang membahas vaksin di Kantor MUI, Jakarta, Kamis (16/7).
“Keputusannya, bahwa vaksin Meningitis produksi Belgia itu yang digunakan oleh Depkes untuk jamaah haji kita, adalah haram karena mengandung enzim babi… Namun, karena untuk calon jamaah haji intinya wajib harus divaksin karena ketentuan dari pemerintah Arab saudi, maka kita perbolehkan dengan hukum darurat bagi yang berhaji wajib atau pertamakali haji… Namun hukum darurat ini tidak berlaku bagi yang berhaji yang kedua dan seterusnya,”.
Dikatakan KH. Ma’ruf bahwa Fatwa MUI ini sifatnya sementara sampai ditemukan vaksin yang halal. “Atau sampai kebijakan pemerintah Arab saudi yang mengharuskan vaksin meningitis ini dicabut,” tutur Kiai Ma’ruf. “Kami juga merekomendasikan paling lambat tahun 2010, pemerintah sudah harus memperoleh vaksin yang halal atau memproduksi sendiri vaksin yang halal,” tegas Kiai Ma’ruf.
A.B. Tamam Elvasrowany (Koordinator Dept. Pendidikan & Dakwah DPW. PPI Hadhramout) mengutarakan pernyataan diatas dengan jawaban sebagai berikut: Pada dasarnya saya setuju dengan keputusan MUI tersebut, hanya saja saya kurang sependapat dengan KH. Ma`ruf Amin yang memperbolehkan vaksinasi bagi yang berhaji wajib atau pertamakali haji dengan alasan dhorurot. Menurut hemat saya, dalam masalah ini sama sekali tidak ada dhorurot sehingga dapat diberlakukan kaidah fiqh “Al-Dhorurot Tubih al-Mahdzurot” (keadaan darurat dapat memperkenankan sesuatu yang dilarang). Karena –sebagaimana sudah maklum- ibadah haji adalah ibadah yang bersifat wajib `ala tarokhy, artinya boleh ditunda pelaksanaannya walaupun bagi orang yang sudah mampu.
Dan seandainyapun yang dimaksud dengan dhorurot disini adalah pengertian yang lumrah kita baca di kitab-kitab fiqh, yaitu ancaman gangguan kesehatan yang dapat membahayakan keselamatan jiwa atau lainnya sehingga dapat memperbolehkan bertayammum (mubih al-tayammum). Keputusan hukum di atas tetaplah tidak akan berubah dengan dua alasan:
Pertama : sebagaimana dijelaskan sebelumnya, vaksinasi dimaksudkan sebagai tindakan prefentif agar jamaah haji terhindar dari kemungkinan tertular dan menularkan meningitis terhadap orang lain ketika berada di Arab Saudi. Sementara untuk kondisi Indonesia, kemungkinan ini hampir tidak ada. Ini berarti hukum dhorurot tidak berlaku bagi para jamaah yang masih berada di Indonesia, walaupun dia tergolong calon jamaah haji wajib. Karena –sebagaimana dipaparkan sebelumnya- kewajiban haji bersifat `ala tarokhy.
Kedua : vaksinasi meningitis dapat dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang halal. Misalnya dengan menggunakan vaksin bebas porcine sebagaimana yang –katanya- digunakan di Malaysia, atau dengan cara-cara alami sbb:
Laksanakan hijamah/bekam 1bulan 1 x (3 bulan berturut-turut sebelum naik haji)
Sangat perlu makan yang segar-segar
Pagi : Wortel 1 gelas, bayam ½ gelas
Siang : Wortel 1 gelas, bit 1/3 gelas, Timun 1/3 gelas
Sore : Wortel 1 gelas, seledri ½ gelas, Bayam 1/3 gelas
Malam : Wortel 1 gelas
Tambahan : Habatusauda, madu, sari kurma
Makanan minuman: Back to nature, tidak msg, vetsin, instan.
Alasan kedua ini semakin melemahkan argumen MUI. Karena diantara syarat diperbolehkannya menggunakan benda najis atau haram sebagai obat adalah apabila pengguanaan benda tersebut merupakan alternatif terakhir.
Adapun apabila cara-cara halal ini tidak mendapatkan pengakuan dari Depkes RI. Maka ini adalah masalah lain yang tidak dapat merubah keadaan normal menjadi darurat atau yang haram menjadi halal.
Walhasil, hukum vaksinasi meningitis menggunakan Mencevax TM ACW 135 Y buatan GSK Belgia adalah haram. Tidak ada alasan mendasar untuk memperbolehkannya dengan alasan darurat, karena memang kriteria darurat belum terpenuhi.
Kriteria darurat sebagaimana yang disampaikan oleh KH. Ma`ruf Amin mungkin dapat berlaku bagi orang yang berkewajiban menunaikan ibadah haji sesegera mungkin (man wajaba `alaihi al-hajj fauron), disebabkan oleh nadzar atau yang lain. Namun demikian, ini masih memerlukan kajian lebih mendalam apakah memang benar dia itu sudah dianggap dalam keadaan darurat (mudhthor) atau justeru ibadah haji menjadi tidak wajib baginya karena dianggap belum mampu (istitho`ah).
Mencoba untuk menjawab pernyataan diatas, penulis menjelaskan kembali dengan kaidah الضرورات تبيح المحظورات بشرط عدم نقصانها عنها keadaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang dengan syarat hal-hal yang dilarang tadi tidak kurang dari keadaan darurat. Maksudnya adanya keadaan darurat membolehkan melakukan hal-hal yang dilarang atau diharamkan dengan syarat keadaan melakukan perbuatan yang dilarang lebih ringan dari adanya keadaan darurat. Maka boleh. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-An'am ayat 119 وقد فصّل لكم ما حرّم عليكم إلاّ ما اضطررتم إليه (Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya kepadamu, kecuali jika kamu dalam keadaan terpaksa). Ayat tersebut memberikan pengertian bahwa kita dilarang untuk memakan makanan atau sesuatu yang diharamkan yang telah jelas Allah haramkan kepada kita pada selain keadaan darurat, tapi menjadi halal apabila dalam keadaan darurat sampai hilang ke daruratannya.
Mengingat sudah datangnya musim haji 1430 H. dan sampai sekarang belum ada kabar Depkes RI telah mendapatkan vaksin meningitis halal. Pemerintah Arab Saudi juga belum mencabut peraturannya mengenai vaksinasi. Maka perlu dikaji secara mendalam kemungkinan vaksin tersebut dapat dihukumi suci dan halal dengan berbagai pendekatan fiqh. Selain pendekatan darurat tentunya.

Referensi:
Irsyâdul Hâir fî al-Asybâh wa an-Nazhâir (Dr. Ahmad Muhammad Ahmad abu Thoha) WHO Media Centre http://id.wikipedia.org http://jurnalhaji.com http://forsansalaf.com

No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah membaca postingan ini ... Silahkan tinggalkan pesan Anda.